Jakarta (pilar.id) – Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara (ASPEBINDO) telah mengeluarkan pernyataan yang menyoroti potensi terjadinya over quota dalam pemakaian bahan bakar minyak (BBM) dan listrik subsidi di Indonesia pada tahun 2023.
Meskipun pemerintah telah menetapkan kuota pemakaian sebelumnya, potensi ini masih muncul, menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan.
Dr. Anggawira, MM, MH, Ketua Umum ASPEBINDO, memberikan tanggapannya terhadap potensi over quota subsidi energi tahun 2023. Dia menggarisbawahi perlunya menjaga dan memantau rencana subsidi energi dengan cermat guna mencegah kejadian serupa yang terjadi pada tahun 2022.
Dalam upaya ini, koordinasi dan komunikasi diantara semua pihak terkait diperlukan untuk memastikan bahwa kuota subsidi energi pada tahun 2023 mencukupi hingga akhir tahun.
Pada awal tahun ini, pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi energi sebesar Rp 209,9 triliun untuk tahun 2023. Anggaran tersebut terdiri dari Rp 139,4 triliun untuk subsidi BBM dan LPG, serta Rp 70,5 triliun untuk subsidi listrik. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) yang bertanggung jawab atas pengaturan kuota BBM telah menetapkan kuota untuk tahun 2023.
Ini mencakup jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) seperti minyak tanah (kerosen) sebesar 0,5 Juta Kilo Liter (KL), minyak solar sebesar 17 Juta KL, dan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP/Pertalite) sebesar 32,56 Juta KL.
Hingga bulan Juli 2023, jumlah realisasi penyaluran subsidi mencapai Rp 59,7 triliun untuk kuota BBM sebesar 8,6 juta kiloliter, subsidi LPG 3 kg sebesar Rp 37,7 triliun untuk 4 juta metrik ton, dan subsidi serta kompensasi listrik sebesar Rp 48,5 triliun untuk 39,2 juta pelanggan.
Dr. Anggawira juga menekankan perlunya tindakan mitigasi guna mencegah terjadinya over quota dalam penyaluran subsidi energi hingga akhir tahun 2023.
“Saya percaya bahwa langkah yang perlu diambil adalah dengan merumuskan regulasi baru dan program unggulan yang mengatur kuota penyaluran subsidi hingga aspek teknis. Pengawasan perlu ditingkatkan, terutama di wilayah-wilayah yang memiliki potensi penyalahgunaan subsidi, seperti perkebunan, pertambangan, dan pelabuhan,” ungkapnya.
Selain itu, Dr. Anggawira menambahkan bahwa pemanfaatan teknologi juga dapat membantu mengatasi over quota. Penggunaan gas dalam pembangkit listrik PLN merupakan salah satu contohnya, yang dapat mendukung efisiensi penggunaan solar dalam pembangkit listrik. Mengatur dan menjaga konsumsi subsidi energi merupakan tanggung jawab bersama bagi semua pihak terkait dan masyarakat.
Pemerintah telah membentuk Tim Satuan Tugas (Satgas) Pengawasan dan Monitoring Bahan Bakar Minyak (BBM) Subsidi untuk menghadapi permasalahan ini dan mencegah terulangnya situasi over quota seperti tahun sebelumnya.
Namun demikian, Dr. Anggawira menilai bahwa komitmen tinggi dari semua pihak terkait sangat diperlukan untuk menjaga kuota subsidi energi pada tahun 2023. Komunikasi dan koordinasi dianggap sebagai kunci utama dalam menjaga agar kuota subsidi tetap terkendali hingga akhir tahun 2023. (hdl)