Jakarta (pilar.id) – Belakangan ini, masyarakat hingga pemerintah dibuat pusing dengan aksi Bjorka yang melakukan peretasan data pribadi. Tak hanya data milik pemerintah, tetapi Bjorka juga melakukan aksi peretasan kepada warga sipil.
Lantas apa sanksi yang tepat untuk hacker, seperti Bjorka? Sementara Undang Undang Perlindungan Data Diri (PDP) belum diundangkan oleh DPR.
Guru Besar Komunikasi Universitas Airlangga Henri Subiakto mengatakan, selain belum diundangan, UU PDP juga tak bisa langsung diterapkan meski sudah disahkan DPR. Sebab, perlu waktu 2 tahun untuk bisa diterapkan sejak UU PDP diundangan.
“Lalu apakah nggak bisa dikenakan sanksi pidana? Oh, kena pak,” kata Henri, di DPR, Jakarta, Selasa (13/9/2022).
Menurut Henri, peretas dapat dikenakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ketika seseorang melakukan ilegal acces, akan dikenakan pasal 32 UU ITE dengan sanksi hukuman selama 6 tahun penjara.
“Ilegal acces mengambil data pribadi, baru ngambil saja kena 7 tahun. Menjebol sistem cyber security yang dimiliki oleh sebuah penyelenggara sistem elektronik kena 8 tahun,” jelas Henri.
Sedangkan bagi pelaku peretasan yang menjual datanya ke marketplace atau media sosial, orang tersebut bakal dikenakan hukuman selama 9 tahun. Termasuk apabila hanya menampung data tanpa melakukan peretasan, tetapi memberikan data tersebut kepada orang yang tidak berhak akan dikenakan pasal 32 UU ITE ayat 2 dengan ancaman 9 tahun penjara.
“Atau seolah-olah dia dapat data yang bocor dari presiden, seolah-olah otentik itu kena pasal 35, 12 tahun. Artinya walaupun belum ada UU PDP, pelaku kejahatan yang sasarannya IT itu sudah kena UU ITE. Dan itu layaknya untuk dikejar dan ditangkap,” kata Henri. (ach/din)