Makassar (pilar.id) – Pemerintah Indonesia telah menetapkan terget bahwa setiap Kabupaten/Kota harus bisa mengelola sampa di wilayahnya minimal 70 persen pada 2025. Menanggapi kebijakan tersebut, Kabupaten/Kota dai Sulawesi Selatan segera membuat strategi baru dalam pengelolaan sampah.
Sebab, dari data yang dikeluarkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sulawesi Selatan, Kabupaten/Kota di wilayahnya baru mampu mengelola sampah 67 persen.
Kepala DLH Sulsel Andi Nur Hasbi di Makassar, Senin (21/2/2022) menyebut bahwa pengelolaan sampah merupakan kewenangan utuh kabupaten/kota, khususnya pada upaya mereduksi sampah yang dihasilkan masyarakatnya.
“Berdasarkan data yang kami kumpul dari seluruh kabupaten/kota, baru sekitar 67 persen kemampuan pengelolaan sampah dari kabupaten/kota sehingga jika kita perkirakan 8 juta penduduk Sulsel, maka tentu masih banyak sampah yang belum dikelola dengan baik,” urainya.
Menanggapi kebijakan tersebut, telah dikeluarkan pula keputusan bupati tentang penetapan kebijakan dan strategi pengelolaan dan pengurangan sampah sampai tahun 2025. Semua kabupaten/kota telah memiliki keputusan seperti ini, termasuk 24 kabupaten/kota se-Sulsel.
“Masalah sekarang karena di daerah itu rata-rata minim sekali dianggarkan untuk pengelolaan sampah. Makanya mulai tahun lalu itu kita sudah sampaikan jangan hanya kabupaten/kota yang dibebankan tapi juga pemerintah desa yang punya anggaran tersendiri,” ujar Hasbi menjelaskan.
Meski juga diakui bahwa telah ada beberapa daerah yang mencantumkan kebijakan persampahan lewat peraturan daerah. Sehingga pada turunannya, pemerintah desa diharapkan ikut terlibat langsung dalam penggunaan anggaran desa mengatasi permasalahan sampah masyarakat.
Penanganan permasalahan sampah di Sulsel telah dilakukan oleh Kota Makassar dengan penduduk 1,5 juta jiwa yang dinilai bisa menghasilkan sekitar 0,6 kg sampah per harinya.
Hasbi menyebut bahwa Makassar tengah mempersiapkan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dalam mereduksi sampah yang volumenya mencapai 1.100 ton per hari.
“Hanya sampai sekarang Makassar sudah beberapa kali dia coba, tapi tidak ada yang cocok dengan investornya. Sebab pembangunannya akan dilakukan oleh investor,” ujarnya.
Hasbi mengapresiasi upaya Pemkot Makassar dalam mereduksi sampah melalui PLTSa, terlebih Makassar menjadi salah satu dari 12 kota yang ditetapkan Pemerintah Pusat untuk pembangunan PLTSa di Indonesia.
“Ini bagus karena tentu mengurangi emisi dari gas metan sampah. Lokasi masih tetap, di Tamangapa, mudah-mudahan tidak terlalu berdampak ke masyarakat,” ujarnya.
Hasbi menyebut, Pemprov Sulsel menghendaki pembangunan PLTSa di daerah Pattallassang Gowa, sehingga sampah yang berasal dari wilayah Maros, Gowa dan Takalar juga bisa diolah lewat PLTSa tersebut.
Sebab, kata Hasbi, tidak memungkinkan membangun PLTSa untuk wilayah Mamminasata kecuali Makassar, karena sampah yang dihasilkan dianggap belum memenuhi kebutuhan sampah pengelolaan lewat PLTSa.
Setiap PLTSa membutuhkan minimal 500 ton hingga 1000 ton per hari. Itu pun masih akan tetap dilakukan pemilahan sampah, sebelum akhirnya tiba di lokasi PLTSa. (fat/antara)