Yogyakarta (pilar.id) – Di kawasan Jalan Pajeksan tepatnya di Kampung Sosromenduran, Gedong Tengen, Kota Yogyakarta ada seorang perajin barongsai yang telah memulai usahanya sejak tahun 1995.
Usahaya perakitan barongsai yang didirikan oleh Slamet Hadiprayitno atau yang akrab dipanggil Pak Pong itu bahkan masih eksis hingga hari ini.
Di tangan terampilnya, secara otodidak Pak Pong mampu merakit puluhan rangka barongsai dalam sehari. Namun, kondisi rangka barongsai tersebut masih dalam kondisi polos belum dicat dan dijemur.
“Dulu (mulanya) senang dan terkesan sama permainan barongsai. Apalagi, lingkungan sini daerah Pecinan. Terus, awalnya saya coba bikin rangka cetakan barongsai dari semen,” kata Pak Pong, Rabu (18/1/2023).

Karya tangan Pak Pong berupa barongsai ini, bahkan tidak hanya diperjual-belikan di sekeitar Yogyakarta saja. Sejak tahun 2000, barongsai rakitan Pak Pong sudah mulai dipasarkan ke berbagai daerah di Indonesia mulai dari Medan, Ponorogo, hingga Papua.
Barongsai yang diproduksi pun beraneka ragam mulai dari ukuran mini untuk anak-anak hingga ukuran dewasa yang dibanderol Rp 15 ribu-Rp 5 juta. Selain itu, membuat kepala barongsai, Pak Pong juga menjual celana dan sepatu barongsai.
Adapun bahan baku yang dibutuhkan, imbuhnya yakni kertas dan lem tepung kanji untuk barongsai berukuran mini. Ia mengaku hanya satu kendala yang dihadapi, yakni kondisi cuaca. Pasalnya, untuk mengeringkan lem pada cetakan Ia memerlukan cahaya matahari.
“Kalau untuk barongsai dewasa, karena rangkanya dari rotan jadi agak cepat prosesnya karena tidak perlu dijemur,” ujarnya.
Di samping memproduksi barongsai, Pak Pong dulu juga aktif bermain barongsai bersama sanggar Singa Mataram yang Ia bentuk sejak 28 tahun silam.
Menariknya, meski tidak ada keturunan Cina kesenian barongsai ini bisa diwariskan ke anak cucunya. Hal ini membuktikan adanya akulturasi budaya.
“Kalau pentas sekarang diteruskan ada anak cucu dan anak-anak di lingkungan sini juga pada senang totalnya ada 60 orang,” tambahnya.
Pak Pong mengaku, pada momen perayaan tahun baru Imlek 2023 ini, sanggar miliknya kebanjiran panggilan pentas ke beberapa tempat, Ia bahkan sampai menolak beberapa tawaran karena padatnya jadwal.
“Saat pandemi kemarin loyo, tapi perlahan mulai Agustus 2023 sudah mulai bangkit lagi. Kalau pentasnya ada 10 tempat mulai besok 22 Januari 2023 dan terakhir 4 Februari 2023 di Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY),” tandasnya. (riz/fat)