Jakarta (pilar.id) – Pertanyaan penting muncul seiring munculnya kepastian calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang akan bertarung dalam pemilihan presiden 2024, yaitu sejauh mana para kontestan memiliki kesadaran dan komitmen terhadap isu lingkungan?
Krisis iklim yang sedang berkecamuk menjadi permasalahan global yang memerlukan komitmen bersama untuk penanganannya, termasuk di Indonesia. Negeri ini telah berkomitmen untuk mengurangi dampak perubahan iklim dengan memprioritaskan pembangunan rendah karbon, salah satunya adalah target untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada tahun 2030.
Hal ini menjadi fokus utama dalam Green Webinar yang bertajuk “Mencari Figur Pemimpin Pro Lingkungan” yang diselenggarakan oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) pada Kamis, 26 Oktober 2023. Webinar ini diikuti oleh 54 media anggota AMSI dari wilayah Jabar, DKI Jakarta, dan Sulawesi Tenggara. Beberapa pembicara utama yang dihadirkan antara lain Ketua jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan (APIK) Dr. Mahawan Karuniasa, peneliti ESG dari BINUS University, Dayu Nirma Amurwanti, dan peneliti senior Indikator Politik Indonesia Kennedy Muslim.
Komitmennya dalam menangani isu lingkungan yang saat ini mendesak akan menjadi tolok ukur bagi pemimpin yang terpilih dalam pilpres dan pemilu 2024. Dayu Nirma Amurwanti, seorang Program Adviser yang berfokus pada isu iklim dan kehutanan, menggarisbawahi urgensi dalam menghadapi krisis iklim saat ini. Menurutnya, para calon pemimpin harus memiliki “sense of urgency” bahwa situasi ini memerlukan tindakan luar biasa dan tidak bisa diatasi dengan cara konvensional.
Masalah lingkungan sering kali terkait dengan pembangunan, termasuk masalah pertambangan, perkebunan, dan penggunaan energi. Dayu Nirma Amurwanti menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan harus mencapai keseimbangan antara aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi. Salah satu masalah utama adalah penggunaan energi fosil, seperti batu bara, sebagai sumber energi utama, yang berdampak besar pada polusi udara, yang saat ini menjadi masalah serius di berbagai kota.
Sementara itu, Ketua jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan (APIK), Dr. Mahawan Karuniasa, mengungkapkan bahwa pembangunan di Indonesia masih jaleh berkelanjutan, dan ini adalah tanggung jawab bersama, termasuk pemimpin. Menurut Mahawan, selain IQ dan EQ, pemimpin juga harus memiliki SQ (Sustainability Quotient).
“Kemampuan ini harus menjadi salah satu persyaratan yang harus dimiliki oleh pemimpin Indonesia,” kata Mahawan.
Menurut Kennedy Muslim, seorang peneliti senior dari Indikator Politik Indonesia, isu lingkungan hidup memiliki dampak elektoral yang tinggi dalam pemilu 2024. Ia berpendapat bahwa aktivis lingkungan dan media perlu terus mengadvokasi isu lingkungan ini secara konsisten.
“Para aktivis lingkungan dan media harus terus mempromosikan isu ini karena memiliki dampak elektoral yang tinggi, berdasarkan penelitian kami,” kata Kennedy.
Menurut hasil survei dari lembaganya, responden yang berusia antara 17 hingga 35 tahun, yang akan menjadi mayoritas pemilih dalam pemilu 2024, memiliki tingkat kepedulian yang tinggi terhadap isu lingkungan.
Menurut Kennedy Muslim, responden tidak setuju jika isu ekonomi ditempatkan di atas isu lingkungan. Mereka juga percaya bahwa pemerintah, termasuk pemimpin, memiliki tanggung jawab utama dalam mengatasi krisis iklim, meskipun sebenarnya tanggung jawab ini harus dibagi oleh semua pihak.
Wahyu Dhyatmika, Ketua Umum AMSI, dalam pembukaan Green Webinar mengatakan, “Kita mencari sosok pemimpin yang peduli lingkungan, pemimpin yang memiliki visi konservasi, dan pemimpin yang berwawasan hijau.”
Webinar ini dimoderatori oleh Agoez Perdana, pemimpin redaksi KabarMedan.com, dan diikuti oleh 54 jurnalis dari media anggota AMSI. Selain topik “Mencari Figur Pemimpin Pro Lingkungan,” AMSI juga berencana untuk mengadakan lima seri webinar lainnya yang berkaitan dengan isu lingkungan hidup. (ted)