Jakarta (pilar.id) – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebut setidaknya ada enam industri farmasi yang memproduksi obat sirup dengan kadar cemaran Etilen Glikol/Dietilen Glikol (EG/DEG) dengan melampaui ambang batas aman.
Kepala BPOM, Penny K Lukito menyampaikan hal tersebut dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR RI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/2/2023) malam.
Menurutnya, BPOM telah melakukan penelusuran dan mendapati temuan tersebut dan melakukan uji sampel.
“Kami melakukan pengujian sampel dan penelusuran. Berdasarkan kerja cepat BPOM, kami identifikasi enam industri farmasi melampaui cemaran ambang batas aman,” ungkap Penny K Lukito.
Keenam industri yang dimaksud adalah PT Yarindo Farmatama (PT YF), PT Universal Pharmaceutical Industries (PT UPI), PT Afi Farma (PT AF), PT Ciubros Farma (PT CF), PT Samco Farma (PT SF), dan PT Rama Emerald Multi Sukses (PT REMS).
Penny menjelaskan, temuan tersebut berlangsung pada kurun 2022, berdasarkan laporan kasus perdana yang diterima BPOM pada 5 Oktober 2022 terkait gangguan ginjal akut pada anak.
BPOM telah menetapkan sanksi administratif dengan mencabut sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan izin edar yang semula dimiliki industri farmasi tersebut.
“Industri farmasi yang melakukan pelanggaran di bidang produksi telah dijatuhkan sanksi dan diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (pro justicia),” tuturnya.
BPOM juga mencabut sertifikat CPOB untuk sediaan cairan oral nonbetalaktam dan sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), mencabut izin edar sirup obat yang diproduksi, hingga melakukan penyidikan terhadap industri farmasi tersebut.
Industri farmasi dan produsen besar farmasi tersebut diminta untuk menghentikan kegiatan produksi sirop obat, mengembalikan surat persetujuan Izin Edar semua sirop obat, menarik dan memastikan semua sirop obat telah dilakukan penarikan dari peredaran. (ade)