Tangerang (pilar.id) – Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) melalui Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean (KPUBC TMP) C Soekarno-Hatta (Soetta) Tangerang bekerjasama dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) berhasil menggagalkan upaya ekspor obat tradisional ilegal yang mengandung bahan kimia.
Disampaikan dalam keterangan tertulis, Kamis (10/8/2023), sebanyak 430 karton atau 4.865 ton obat tradisional ilegal berhasil diamankan dan dicegah pengirimannya ke negara Uzbekistan.
Askolani, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, menyampaikan bahwa tim berhasil mengidentifikasi dan mencegah pengiriman paket yang diduga berisi barang ilegal setelah mendapatkan informasi dari BPOM mengenai paket tersebut. “Dengan kerja sama yang baik, kami berhasil mencegah pengiriman ini sebelum barang tersebut diberangkatkan dengan pesawat,” ujar Askolani dalam konferensi pers Joint Operation BPOM-DJBC di Bandara Soetta pada Rabu (9/8/2023).
Lebih lanjut, Askolani menjelaskan bahwa dari temuan ini, 430 karton obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat tanpa izin edar (TIE) diperkirakan memiliki nilai kurang lebih Rp4 miliar. Barang-barang ini terdiri dari berbagai jenis obat tradisional ilegal, seperti Montalin, Tawon Liar, Gingseng Kianpi Pil, dan Samyunwan, yang dihasilkan dalam negeri.
Pihak Bea Cukai berhasil mengamankan satu orang tersangka yang berperan dalam pengiriman obat tradisional ilegal ini. Tim penyidik Bea Cukai berkoordinasi dengan BPOM untuk mengikuti proses hukum yang berlaku, dan barang bukti obat tanpa izin edar tersebut telah diserahkan kepada BPOM RI.
Penny K Lukito, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, mengungkapkan bahwa obat ilegal ini berasal dari CV Panca Andri Perkasa di Kota Tangerang, Banten. Barang-barang tersebut diklaim sebagai suplemen nutrisi dan memiliki berat keseluruhan lebih dari empat ton.
Dalam operasi penindakan ini, BPOM berhasil menemukan berbagai jenis produk obat ilegal, termasuk Montalin, Ginseng Kianpi Hijau, Ginseng Kianpi Gold, Samyunwan, dan Tawon Liar. Total keseluruhan barang bukti yang diamankan mencapai 3.524.810 kapsul dengan nilai ekonomi sekitar Rp14,1 miliar.
Tersangka yang terlibat dalam kasus ini dijerat berdasarkan Pasal 196 Jo. Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pelaku tindak pidana ini dapat dihukum dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar. Selain itu, kegiatan memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan tanpa izin edar dapat dihukum dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp1,5 miliar.
Direktorat Jenderal Bea Cukai dan BPOM berkomitmen untuk terus melakukan tindakan preventif dan penindakan terhadap peredaran barang ilegal dan berbahaya demi melindungi masyarakat. Masyarakat diimbau untuk melaporkan jika menemui indikasi peredaran barang ilegal kepada Kantor Bea Cukai setempat. (usm/hdl)