Mojokerto (pilar.id) – Indonesia masih bergantung pada impor bahan pangan pokok seperti beras dan gandum. Hingga Agustus 2023, impor beras mencapai 1,59 juta ton, sedangkan gandum sebanyak 11 juta ton per tahun. Dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan, pemerintah mendorong diversifikasi (penganekaragaman) pangan, dan salah satu alternatif yang diusulkan adalah sorgum.
Sorgum adalah sumber pangan yang menjanjikan dengan kandungan karbohidrat rendah dan bebas gluten (gluten-free). Tanaman sorgum dapat dikembangkan di Indonesia dan memiliki potensi besar sebagai bahan pangan. Sorgum kaya akan serat pangan dan zat besi, yang dapat membantu pencegahan stunting serta mengurangi risiko penyakit seperti diabetes melitus dan obesitas.
Untuk mewujudkan diversifikasi pangan dengan sorgum, pemerintah telah menyiapkan Peta Jalan Produksi dan Hilirisasi Sorgum. Beberapa wilayah strategis telah ditetapkan untuk memproduksi sorgum, sebagai langkah untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia.
Namun, diversifikasi pangan dengan sorgum memerlukan kerjasama yang erat antara berbagai pihak, termasuk kementerian, dinas, dan sektor swasta. Kunci utama adalah menjaga jaminan keamanan, mutu, dan gizi pangan olahan berbahan dasar sorgum, dari hulu hingga hilir.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menginisiasi Sarasehan Jaminan Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan Olahan Berbahan Dasar Sorgum dalam rangka World Food Day Tahun 2023, yang berlangsung di Mojokerto pada 2 November 2023. Acara ini melibatkan narasumber dari berbagai pihak, termasuk BPOM, Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur, PT. Dirgantara Indonesia, dan akademisi dari beberapa universitas.
Kepala BPOM, Penny K. Lukito, menyatakan pentingnya pengawalan dari hulu ke hilir dalam pengembangan diversifikasi sorgum. Ini bertujuan untuk memastikan ketersediaan bahan baku yang sesuai dan berkualitas. Pengawalan yang baik akan memastikan konsumsi sorgum oleh masyarakat dapat maksimal, sehingga harga stabil dan kesejahteraan petani sorgum dapat ditingkatkan.
Selain itu, BPOM juga siap untuk memberikan bimbingan teknis kepada pelaku usaha pangan olahan, terutama usaha mikro kecil (UMK), yang memproduksi produk berbahan dasar sorgum. Bimbingan ini mencakup aspek keamanan pangan, pelabelan, informasi nilai gizi, dan penggunaan bahan tambahan pangan olahan yang aman.
Dalam upaya untuk meningkatkan minat konsumsi masyarakat terhadap sorgum, edukasi mengenai kandungan gizi serta beragam produk olahan sorgum menjadi penting. Sorgum telah terbukti memiliki kandungan serat pangan dan zat besi yang tinggi, membuatnya menjadi alternatif yang menarik bagi masyarakat.
BPOM juga menandatangani nota kesepahaman dengan Pondok Pesantren Amanatul Ummah di Mojokerto dan Rabithah Ma’ahid Islamiyyah Wilayah Nahdlatul Ulama (RMI PWNU) di Yogyakarta untuk mengembangkan Santripreneur di pondok pesantren. Ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran di bidang obat dan makanan.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga mendapat apresiasi dari BPOM karena telah mengambil langkah proaktif dalam penanganan obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat. Komitmen Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam melindungi masyarakat dari produk obat tradisional yang berbahaya tercermin dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 6 tahun 2020 tentang Perlindungan Obat Tradisional.
Kepala BPOM mengajak pemerintah daerah lainnya untuk mengambil inspirasi dari upaya Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam mengatasi produk obat tradisional yang berpotensi berbahaya. Ini adalah langkah proaktif yang dapat melindungi masyarakat dari risiko kesehatan yang tidak diinginkan. (usm/hdl)