Jakarta (pilar.id) – Kurang dari seminggu, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) melalui website remi mereka, mengumumkan telah terjadi 206 kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal atau Acute Kidney Injury (AKI) per 18 Oktober 2022.
Penyakit yang menyerang anak-anak, terutama, dibawah usia 5 tahun ini, sampai sekarang belum diketahui penyebabnya dan masih dalam tahap investigasi untuk mengetahui penyebab pastinya.
Melihat hal itu, Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Surabaya (FK Ubaya), dr. Lucia Pudyastuti Retnaningtyas, menghimbau orang tua untuk melakukan observasi dan tindakan medis dini yang bisa dilakukan di rumah.
Berdasar penjelasannya, AKI atau biasa dikenal gagal ginjal akut misterius adalah kondisi penurunan yang cepat dan tiba-tiba pada fungsi ginjal. Penyakit ini diidap anak usia 0-18 tahun yang tidak mengalami kelainan ginjal sebelumnya atau penyakit ginjal kronik.
“Kasus-kasus di indonesia belum ada yang mengarah ke salah satu penyebab khusus. Masih dugaan-dugaan sementara,” ujar dr. Lucia kepada Pilar.id, Jumat (21/10/2022).
Ia mengatakan, orang tua perlu waspada ketika anak mengalami gejala demam, infeksi saluran pernapasan akut (batuk dan/atau pilek), atau infeksi saluran cerna seperti diare dan muntah dalam 14 hari terakhir.
Lebih lanjut, ketika anak sudah menunjukkan gejala itu, maka orang tua perlu memantau tanda bahaya umum ditambah melakukan pemantauan produksi urine.
“Cara paling mudah, yaitu membandingkan kondisi urine sebelum sakit. Jumlahnya berapa, frekuensinya bagaimana, lalu warnanya. Kalau jarang buang air kecil dan warna urinenya pekat atau kecoklatan, itu harus hati-hati,” jelas Dokter Spesialis Anak ini.
Ia menambahkan, bila urine berkurang atau tidak buang air selama 6-8 jam saat siang hari, maka segera dibawa ke rumah sakit, karena urine dikatakan berkurang ketika jumlahnya kurang dari 0,5ml per kilogram berat badan per jam dalam kurun waktu 6-12 jam.
“Ini adalah monitoring yang perlu diperhatikan dan bisa dilakukan orang tua ketika anaknya mengalami gejala,” imbuhnya.
Meski begitu, Dr. Lucia menghimbau agar masyarakat tidak perlu panik tapi tetap harus waspada dalam menyikapi fenomena ini.
“Kita tunggu hasil investigasi resmi dan tetap mengikuti anjuran dari Kemenkes RI. Itu adalah tindakan terbaik,” pungkasnya. (jel/fat)