Jakarta (pilar.id) – Suprayitno bersama istri dan kedua putra putrinya harus pasrah ketika kapal yang akan mereka tumpangi tertunda keberangkatannya selama 7 jam.
Berdasarkan jadwal semula, ia harus berlayar menggunakan KM Dorolonda dari Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta menuju Batam, pukul 20.00 WIB, Minggu (16/4/2023).
Namun, ia baru mengetahui jadwal keberangkatan tertunda setelah mencetak tiket di pelabuhan Tanjung Priok. “Katanya ada kendala teknis,” kata Suprayitno, kepada Pilar.id, di Jakarta, Senin (17/4/2023).
Awalnya, Suprayitno ingin menggunakan bus untuk sampai di Jakarta. Namun, ia mengurungkan niatnya tersebut lantaran harga tiket bus melambung hingga 2 kali lipat.
“Harga normal tiket bus, Rp230 ribu. Kita sudah pesan sebenarnya, tapi tiba-tiba ada perubahan harga menjadi Rp540 ribu. Langsung kita batalkan,” timpal istri Suprayitno, Wulan.
Kaget dengan harga tiket bus yang naik gila-gilaan itu, Wulan lantas mencari alternatif transportasi. Beruntung, tiket kereta api menuju Jakarta masih ada. Tanpa berpikir panjang, tiket kereta pun dibelinya dengan harga sekitar Rp260 ribuan.
Suprayitno menuturkan, dirinya berangkat ke Jakarta dengan menggunakan kereta api, pada Sabtu (15/4/2023), pukul 15.00 WIB. Setelah kurang lebih 12 jam perjalanan, ia bersama anggota keluarganya tiba di Stasiun Pasar Senen, Jakarta. Setiba di Jakarta, Suprayitno langsung menuju pelabuhan Tanjung Priok.
Saat melakukan pencetakan tiket pada pukul 17.00 WIB di Pelabuhan Tanjung Priok, dirinya baru mengetahui bahwa kapal yang akan ditumpanginya tak bisa berlayar pada hari itu juga. Hal ini tentu membuat keluarga Suprayitno kecewa karena akan memakan waktu lebih lama di perjalanan.
“Biasanya 4 hari, ini menjadi 5 hari, sementara hari libur kita sempit,” kata Suprayitno.
Suprayitno juga mengeluhkan petugas cetak tiket yang kurang cekatan. Di samping itu, mesin cetak tiket juga sangat terbatas. Hal ini menyebabkan penumpukan penumpang tak terelakkan. Pantauan Pilar.id di lokasi, hanya ada 4 mesin cetak tiket, namun yang beroperasi hanya 3 mesin. Sedangkan, petugas cetak tiket hanya dua orang.
“Lama sekali nunggunya, mesinnya cuma 3 yang beroperasi,” keluh Suprayitno.
Suprayitno menuturkan, untuk mencapai kampung halamannya di Kepulauan Riau (Kepri) masih harus berlayar selama 36 jam menggunakan KM Dorolonda. Setibanya di Batam, ia masih harus berganti speed boat.
“Perjalanan dari Batam, masih 4 jam lagi menggunakan speed boat. Dan dari pelabuhan Selat Panjang, masih 2 kiloan lagi sampai di rumah,” kata Suprayitno. (ach/hdl)