Jakarta (pilar.id) – Universitas Paramadina merayakan Dies Natalis ke-27 pada Jumat (10/1/2025) di Aula Gedung Nurcholish Madjid, Kampus Universitas Paramadina, Cipayung.
Acara ini menghadirkan sejumlah tokoh penting, termasuk John Riady (CEO PT Lippo Karawaci), Aminudin (Corporate Secretary Triputra Grup), dan Ari Dharma Stauss (Konrad Adenauer Stiftung).
Acara diawali dengan Sidang Senat yang dipimpin oleh Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini. Dalam sambutannya, Prof. Didik memaparkan perkembangan universitas yang kini memiliki 5.800 mahasiswa dengan target mencapai 10.000 mahasiswa, sesuai amanat Ketua Dewan Pembina Yayasan Wakaf Paramadina, Jusuf Kalla.
“Universitas ini telah mencatatkan kemajuan signifikan, termasuk bertambahnya jumlah guru besar dan tenaga akademik berkualitas,” ungkap Prof. Didik.
Refleksi Sejarah dalam Orasi Prof. Komaruddin Hidayat
Dalam orasi ilmiah bertajuk Sejarah dan Masa Depan Bangsa, Prof. Komaruddin Hidayat menekankan pentingnya memahami sejarah sebagai fondasi membangun masa depan.
Ia memuji visi para pemuda 1908 seperti Muhammad Yamin dan W.R. Supratman, yang pada usia muda telah memiliki keberanian bermimpi besar untuk mempersatukan Indonesia.
“Generasi pendiri bangsa mampu membaca tanda-tanda zaman, membangun fondasi bagi negara yang merdeka. Bung Karno dan Bung Hatta menjadi contoh bagaimana pemimpin harus mampu menghadapi tantangan besar untuk mempersatukan bangsa,” jelasnya.
Prof. Komaruddin juga membahas transisi politik Indonesia dari era reformasi hingga kini, termasuk peran setiap presiden, mulai dari BJ Habibie, Gus Dur, Megawati, hingga Presiden Jokowi. Namun, ia menyoroti lemahnya komitmen pada nilai demokrasi dalam dinamika politik saat ini.
“Tantangan besar saat ini adalah elite politik yang lebih sibuk mengakumulasi kekuasaan daripada membangun mobilitas sosial,” pungkasnya.
Harapan Masa Depan dari Tokoh Bangsa
Ketua Dewan Pembina Yayasan Wakaf Paramadina, Jusuf Kalla, dalam pidatonya memberikan refleksi tentang pentingnya peran Universitas Paramadina dalam pengembangan pendidikan tinggi. “Setelah
23 tahun berpindah-pindah lokasi, kini Paramadina memiliki rumah sendiri. Semoga menjadi mercusuar pendidikan di Indonesia,” ujar Jusuf Kalla.
Ia juga menyoroti kontribusi tiga tokoh besar, BJ Habibie, Nurcholish Madjid, dan Abdul Latif, yang memajukan pemikiran kelas menengah di Indonesia. Jusuf Kalla berharap Universitas Paramadina terus berkembang sebagai pusat pemikiran visioner yang memberikan dampak positif bagi bangsa.
Penghargaan dan Apresiasi
Hendro Martowardojo, Ketua Yayasan Wakaf Paramadina, mengungkapkan rasa syukur atas pencapaian universitas yang kini semakin berkembang.
“Pembangunan kampus ini merupakan wujud dari niat besar dan kerja keras yang mulai terwujud. Semoga Paramadina terus menjadi pusat pemikiran yang inovatif,” ungkapnya.
Acara ini juga diisi dengan pesan inspiratif dari Ibu Omi Komaria Madjid, istri almarhum Prof. Nurcholish Madjid, yang mengajak Universitas Paramadina untuk terus berpegang pada nilai kejujuran, toleransi, dan keteladanan publik.
“Inilah mimpi Cak Nur yang harus terus kita realisasikan,” katanya penuh haru.
Dies Natalis ke-27 Universitas Paramadina menjadi momentum penting untuk merefleksikan perjalanan bangsa sekaligus memperkuat komitmen mencetak generasi unggul bagi Indonesia yang lebih baik. (hdl)