Jakarta (pilar.id) – Anggota Komisi I DPR RI Sukamta meminta pemerintah untuk memberikan insentif ganti rugi kepada masyarakat yang memelihara hewan ternak terjangkit penyakit mulut dan kuku (PMK). Menurut Sukamta, masyarakat menengah ke bawah yang memelihara hewan ternak tidak berorientasi pada keuntungan melainkan tabungan bagi mereka sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
“Artinya, dengan hadirnya wabah ini akan mengurangi daya jual dari hewan ternak itu sendiri yang tentunya sangat merugikan,” ujar Sukamta, di Jakarta, Jumat (8/7/2022).
Ia mencontohkan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), ada salah satu keluarga yang memiliki 1 ekor sapi untuk dijual seharga Rp50 juta dengan tujuan membayar uang iuran SPP sekolah anak-anaknya. Namun, seiring berjalannya waktu ternyata sapi tersebut terkena PMK dan hanya dihargai Rp10 juta saja.
“Bisa dilihat ketimpangan harga yang terjadi dan menimbulkan kesengsaraan pada masyarakat menengah ke bawah,” ucap Sukamta.
Politikus PKS ini menambahkan, saat ini yang dibutuhkan masyarakat adalah ketersediaan vaksin dan obat-obatan. “Tapi kenyataanya, vaksin dan obat-obatan untuk mengendalikan PMK terbatas dan bahkan bisa dikatakan sangat langka,” kata dia.
Sementara itu, Anggota Komisi IV Slamet mengatakan, pemerintah juga harus berhati-hati dalam penanganan wabah PMK. Hal itu disampaikan Slamet menyusul beredarnya Surat Edaran (SE) Nomor 3 tahun 2022 tentang Pengendalian Lalu lintas Hewan dan Produk Hewan Rentan Penyakit Mulut dan Kuku Berbasis Kewilayahan.
Menurut Slamet, pemerintah harus memberi ruang kepada peternak untuk bisa melakukan distribusi. Jika pemerintah melakukan pelarangan distribusi sama sekali, dikhawatirkan masyarakat akan berpikir spekulatif.
“Jangan salahkan kalau masyarakat berpikir spekulatif, bahwa pemerintah menghambat proses kurban,” tegasnya.
Sebelum surat edaran tersebut efektif dilaksanakan, lanjut Slamet, pemerintah harus sudah menyediakan infrastruktur karantina di setiap kabupaten/kota termasuk anggaran penanggulangan wabah PMK. Selain itu, pemerintah perlu mempertimbangkan pemberlakukan surat edaran tersebut dilaksanakan pasca Idul Adha.
“Agar skema penanganan PMK tidak kontra produktif dengan melakukan pembatasan pergerakan hewan, di saat umat Islam butuh hewan kurban,” kata dia. (ach/hdl)