Jakarta (pilar.id) – Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadapi dilema dengan sistem perpolitikan sekarang. Sehingga, ia tak bisa seenaknya saja mengganti menteri meski tidak bisa bekerja di lapangan.
Dari 33 menteri sekarang, Jokowi hanya memilih setengahnya. Sedangkan sisanya, ditentukan ketua umum (ketum) partai politik (parpol). “Jadi kalau berharap dengan kinerja menteri sekarang sama saja dengan mimpi,” kata Qodari, di Jakarta, Kamis (19/5/2022).
Menurut Qodari, desain politik sekarang harus dipahami semua pihak, yang kurang memberikan ruang bagi presiden untuk menentukan seorang menteri tanpa harus konsultasi dengan ketum parpol. Sehingga ketika seorang menteri yang diusulkan ketum parpol tidak bisa bekerja, presiden tetap saja tidak bisa menggantinya, karena ada dukungan partai politik, meskipun tidak memiliki kompetensi.
“Suka tidak suka, itulah realitas dan situasi dan kondisi sekarang. Rekomendasinya perbaiki sistemnya,” kata dia.
Senada, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komaruddin menyoroti sejumlah menteri yang terlibat kampanye terselubung. Ujang bahkan pernah meminta agar memecat menteri yang melakukan kampanye atau melakukan kerja-kerja politik sebelum waktunya.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menegaskan, kinerja pemerintah saat ini semakin terpuruk, karena para menterinya sibuk kampanye atau melakukan kerja-kerja politik menjelang pemilu 2024. Padahal sebagai pembantu pesiden, kemampuan teknis seorang menteri dibutuhkan untuk mengatasi kompleksitas krisis yang berlarut saat ini, bukan malah sibuk mempersiapkan pertarungan politik berikutnya
Menurut Anis, manuver politik dari para menteri ini dalam rangka sosialisasi pencapresan atau berupaya membentuk koalisi baru menimbulkan persoalan moral dan etika, serta kontradiksi kompleksitas sistem presidensil. Dalam sistem presidensial, lanjut Anis, para menteri adalah pembantu presiden yang diangkat dengan asumsi memiliki kemampuan teknis dalam bidang yang ditunjuk presiden.
“Tapi begitu Presiden memasuki paruh kedua dari periode masa kerjanya, para menteri justru sibuk menyiapkan pertarungan berikutnya,” ujar Anis.
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menambahkan, presiden tak bisa diatur-atur pimpinan parpol atau parlemen, dan dijatuhkan begitu saja. Karena itu, ia meminta Presiden Jokowi menertibkan para menterinya yang sibuk kampanye atau melakukan kerja-kerja politik menjelang pemilu 2024.
“Keluyuran-keluyuran yang enggak jelas dari orang-orang yang ingin menjadi capres ini, adalah tindakan liar yang harus dihentikan. Dan yang harus menghentikan memang presiden,” tegas Fahri. (Ach/din)