Jakarta (pilar.id) – Menurut Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Facebook jadi salah satu platform media sosial yang paling banyak menyebar hoaks pada tahun 2022. Seperti dikatakan Presidium Litbang Mafindo Loina Perangin-Angin, posisi tiga teratas sebagai kanal penyebaran hoaks dipegang oleh Facebook, Twitter, dan WhatsApp.
Dijelaskan, sepanjang tahun itu Facebook memiliki 627 kasus hoaks atau 36,9 persen. Sementara Twitter 416 temuan atau 24,5 persen, dan WhatsApp dengan 226 temuan atau 13,3 persen.
TikTok juga semakin populer dan meningkatkan temuan hoaks dibandingkan tahun sebelumnya, dengan 133 hoaks atau 7,8 persen menjadi 290 hoaks atau 17 persen pada tahun 2022. Hal ini menunjukkan bahwa TikTok semakin digunakan sebagai platform untuk menyebar hoaks.
Namun demikian, komposisi tersebut tidak mencerminkan ekosistem hoaks secara keseluruhan, karena masih ada wilayah yang belum terpantau seperti dark social dan word of mouth (wom).
Selain itu, Mafindo mengklasifikasikan tipe narasi hoaks menjadi beberapa bagian, dan pada tahun 2022, tipe narasi hoaks yang paling dominan adalah tipe wedge driver sekitar 651 hoaks (38,3 persen). Tipe narasi hoaks ini cenderung menyimpan motif tersembunyi untuk membangkitkan sentimen negatif terhadap sesuatu atau pihak tertentu.
Selanjutnya, tipe pipe dream dengan memberi harapan palsu yang terlalu baik untuk menjadi kenyataan ada di posisi kedua dengan jumlah 602 hoaks (35,5 persen). Sedangkan tipe boogies yang menakuti sekitar 125 kasus hoaks.
Loina mengatakan bahwa gambar dan video paling banyak digunakan sebagai penguat klaim dengan temuan sebanyak 1.137 hoaks (67 persen). Klaim hoaks terkadang diletakkan dalam caption atau dalam gambar atau video yang dibagikan.
Dalam upaya menyebar hoaks pada tahun 2022, pelaku sering mencatut nama pemerintah pusat maupun daerah dengan temuan sebanyak 417 hoaks (24,6 persen). Kategori ini terkadang dicatut begitu saja, terkadang juga sekaligus menjadi target sentimen negatif yang ditumbuhkan melalui hoaks.
Loina juga menyoroti bahwa pemeriksa fakta independen menjadi pihak yang sering melakukan klarifikasi atas hoaks yang sudah beredar di masyarakat. Pemeriksa fakta independen mencakup 1.011 temuan hoaks (59,5 persen), pemerintah berkisar 248 kasus, dan klarifikasi oleh lebih dari satu pihak masih minim, hanya sejumlah 62 temuan (3,7 persen).
“Pemeriksa fakta ini tidak hanya bicara pemeriksa fakta yang berasal dari Mafindo, tapi Mafindo juga kemudian mengompilasi berbagai hasil verifikasi dari para pemeriksa fakta independen lainnya,” ujar Loina. (usm/hdl)