Jakarta (pilar.id) – Persepsi tentang Islam di Filipina seringkali negatif, dengan Islam di daerah selatan diidentikkan dengan terorisme dan poligami. Hal ini diungkapkan oleh Armina Kristine Vicente dalam sebuah webinar yang diselenggarakan oleh The Lead Institute Universitas Paramadina secara daring pada Jumat (23/3/2024).
Armina, seorang mualaf asal Filipina yang menikah dengan pria Indonesia dan tinggal di Jakarta, menceritakan pengalamannya dalam memeluk agama Islam. “Keputusan untuk masuk Islam adalah peristiwa penting dalam hidup saya. Meskipun prosesnya tidak mudah dan memakan waktu tiga tahun (1997-2000), namun hal ini membawa kedamaian dan kebahagiaan dalam hidup saya,” paparnya.
Ia juga menjelaskan perbedaan persepsi tentang Islam di Filipina dengan di Indonesia. “Di Filipina, Muslim hanya sedikit, belum sampai 10 persen. Jadi, ketika saya melihat Muslim, misalnya ibu-ibu di pasar atau yang diberitakan di televisi, Muslim di daerah selatan sering dianggap sebagai teroris, tidak ada yang dianggap sebagai Muslim baik,” ujarnya.
Armina juga menceritakan bagaimana ia diperkenalkan dengan Islam oleh suaminya. “Saat dekat dengan pria Indonesia dari 1997 hingga 2000, saya dikenalkan dengan agama Islam. Prosesnya lambat, awal pacaran suami saya mengajak saya untuk mengucapkan syahadat. Saya tidak tahu apa itu syahadat, jadi saya ikut saja. Saya merasa seperti dijebak. Lama kelamaan, saya diajari tentang shalat, mengaji, berdoa, karena di Filipina mayoritas adalah Katolik dan Kristen,” ungkapnya.
Menurut Armina, meskipun awalnya merasa agak berat, namun lambat laun ia merasa nyaman dengan kewajiban-kewajiban dalam Islam seperti shalat lima waktu dan puasa. “Saya merasa ini lebih baik daripada agama-agama sebelumnya yang saya ikuti,” tambahnya.
Dr. Phil, Suratno, menjelaskan bahwa dalam proses konversi agama, seseorang bisa mendapatkan petunjuk atau hidayah dari Tuhan. “Dalam perspektif teologis, orang pindah agama karena mendapatkan hidayah. Dalam kasus Ibu Armina, suaminya atau pacarnya merupakan wasilah atau perantara untuk mendapatkan hidayah,” katanya.
Suratno juga menjelaskan bahwa dalam Islam, proses konversi dipengaruhi oleh konsep fitrah dan pengaruh orang tua. “Ada ayat Al-Quran yang menyebutkan bahwa orang tua dapat mempengaruhi agama anak-anak mereka. Ada juga teori lima masa dari Zakiyah Daradjat yang menjelaskan proses konversi secara umum,” jelasnya.
Webinar ini memberikan wawasan yang menarik tentang perjalanan spiritual dan konversi agama, serta menunjukkan bagaimana Islam bisa menjadi sumber kedamaian dan kebahagiaan dalam kehidupan seseorang, bahkan di tengah persepsi negatif. (ipl/hdl)