Surabaya (pilar.id) – Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang seharusnya menjadi momen perayaan kebebasan justru memunculkan ironi ketika kebebasan pers dihadapkan pada ancaman serius berupa pembungkaman digital.
Riesta Ayu Oktarina, pemerhati media dari Stikosa AWS, menyoroti bahwa meskipun Indonesia telah merdeka selama 79 tahun, kemerdekaan pers masih belum sepenuhnya terwujud.
“Kemerdekaan pers adalah salah satu pilar utama dalam demokrasi. Dengan pers yang bebas dan bertanggung jawab, masyarakat dapat mengakses informasi yang akurat dan seimbang, memungkinkan mereka untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan berbangsa,” jelas Riesta di Kampus Stikosa AWS, Sabtu (17/8/2024).
Riesta menegaskan bahwa kebebasan pers bukan berarti kebebasan untuk menyebarkan informasi yang salah atau fitnah. Sebaliknya, media harus mematuhi etika jurnalistik dan menghormati hak-hak individu. Namun, kenyataannya, berbagai insiden yang mengancam kebebasan pers masih sering terjadi di Indonesia.
“Masih ada kekerasan terhadap wartawan dan media, serta upaya pembungkaman distribusi informasi. Ini merupakan masalah serius yang harus kita hadapi bersama,” tegas Riesta, yang juga menjabat sebagai Kaprodi Ilmu Komunikasi di Stikosa AWS.
Beberapa kasus yang menjadi perhatian Riesta termasuk insiden kebakaran di Kabupaten Karo, Sumatra Utara, yang menewaskan seorang wartawan, serta serangan terhadap jurnalis oleh pendukung eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dan prajurit TNI-AL di Kabupaten Halmahera Selatan.
Menghadang Distribusi Informasi
Riesta juga menyoroti upaya untuk menghambat distribusi informasi yang semakin sering terjadi. Salah satu contohnya adalah hilangnya Majalah Tempo dari pasar, serta gangguan keamanan siber terhadap portal berita yang mengungkap kasus-kasus tertentu.
“Tindakan yang tidak wajar seperti serangan terhadap situs web media setelah mereka memberitakan isu-isu tertentu adalah indikasi serius dari upaya pembatasan kebebasan pers,” ujar Riesta, yang memiliki fokus pada Media Digital Komunikasi.
Beberapa serangan yang dialami oleh media digital termasuk serangan DDoS (Distributed Denial of Service) dan defacement, yang merusak tampilan situs web. Serangan semacam ini tidak hanya membatasi akses informasi tetapi juga mengancam kebebasan pers, menyebabkan kerugian finansial, dan merusak reputasi media.
Di tengah peringatan Hari Kemerdekaan RI, Riesta mengajak semua pihak untuk kembali merenungkan makna kebebasan berpendapat. “Masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang benar, dan kebebasan pers harus dilindungi sebagai bagian dari nilai-nilai demokrasi yang kita junjung,” tandasnya. (hdl)