Jakarta (pilar.id) – Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abdullah mengatakan, permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyetop impor justru akan menjadi bomerang. Pasalnya, barang-barang buatan dalam negeri belum tentu berkualitas sama dengan impor.
“Pernyataan itu akan tepat jika dinyatakan pada 2014 kemarin,” ungkap Rusli kepada Pilar.id, di Jakarta, Rabu (25/5/2022).
Rusli khawatir, pernyataan Jokowi tersebut ditelan mentah-mentah oleh pengguna anggaran. Sehingga, semua pengadaan barang harus berasal dari dalam negeri.
Semangat untuk menyetop impor memang bagus, namun menurut Rusli harus dibarengi dengan strategi yang jelas. Jangan sampai pernyataan tersebut justru merugikan pemerintah sendiri.
“Barang lokal yang kualitasnya belum bagus akan merugikan pemerintah sendiri, dan secara agregat akan mengurangi utilitas,” terangnya.
Selain lebih murah, beberapa jenis barang impor lebih berkualitas. Contoh kecil saja, paper clip impor misalnya, mampu bertahan hingga 5 tahun tidak berkarat. Sementara, produk dalam negeri lebih cepat rusak.
“Jangan mentang-mentang nggak boleh impor, tapi kualitas jelek. Itu justru akan merugikan pelayanan publik,” kata Rusli.
Bila Jokowi mengutarakan niatnya tersebut 7 tahun lalu, dipastikan dampak pelarangan impor akan lebih maksimal. Namun, hal tersebut juga harus dibarengi dengan strategi pemerintah dengan memetakan barang-barang yang bisa dilakukan subtitusi impor, serta meningkatkan kualitas. (ach/din)