Sidoarjo (pilar.id) – Kampung Topi Punggul di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, menjadi sentra pembuatan topi yang terkenal, terutama untuk kebutuhan sekolah. Sejak awal berdiri pada tahun 1970-an, ditandai dengan berdirinya rumah produksi almarhum Haji Toha, kampung ini terus bergerak menjaga tradisi pembuatan topi secara turun-temurun.
Awalnya, Haji Toha membuka usaha sandal, namun kemudian beralih ke pembuatan topi setelah mendapatkan pesanan yang cukup banyak pada tahun 1980-an.
Keterampilan membuat topi pun menjadi keahlian penduduk asli Desa Punggul yang bekerja sebagai karyawan di usaha tersebut.
Seiring berjalannya waktu, banyak mantan karyawan yang membuka usaha serupa setelah berhenti bekerja. Oleh karena itu, Kampung Punggul dikenal sebagai Kampung Topi.
Saat ini, usaha tersebut dijalankan oleh Ali Murtadlo, anak kedua dari Haji Toha. Ali merupakan satu-satunya dari sembilan anaknya yang meneruskan usaha bapaknya.
Usahanya mampu menghasilkan 10.000 topi sekolah dalam dua minggu. Topi-topi tersebut dijual dengan harga berkisar antara Rp 3.000 hingga Rp 50.000 dan dipasarkan di beberapa daerah seperti Banjarmasin, Bali, Lombok, dan sekitar Provinsi Jawa Timur.
Namun, Ali Murtadlo menghadapi kendala dalam hal sumber daya manusia. Tidak banyak anak muda yang tertarik menjadi pengrajin topi.
Untuk mengatasi hal ini, Ali merekrut karyawan dari Bojonegoro dan mengirimkan bahan-bahan ke sana untuk diolah menjadi topi. Pemesanan topi umumnya terjadi secara musiman, terutama pada bulan Juli hingga Agustus ketika memasuki tahun ajaran baru.
Ali tetap bertahan dalam melakukan produksi topi. Setiap harinya, ia mampu memproduksi 6 kodi topi, atau sekitar 90 kodi per dua minggu.
Pemasarannya tidak hanya terbatas di Pulau Jawa, namun juga merambah ke luar pulau seperti Kalimantan, Lombok, dan Bali. Selain itu, terdapat juga pesanan partai kecil yang disalurkan di wilayah Jawa Timur, seperti Kota Surabaya, Gresik, dan Situbondo. (hdl)