Jakarta (pilar.id) – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, memberikan dukungan penuh terhadap keputusan Polda Maluku untuk melanjutkan penyidikan kasus dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh Bupati Maluku Tenggara.
Apalagi kasus ini berhubungan langsung dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
“Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) tidak mengenal istilah restorative justice sehingga dalam kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh pelaku sebagai pejabat publik di Maluku Tenggara, adalah murni tindakan pidana,” ungkap Bintang.
UU TPKS, lanjutnya, tidak memungkinkan adanya upaya proses damai yang ditawarkan oleh pelaku.
“Kami mendukung penuh atas kebijakan Polda Maluku yang tetap melanjutkan penyidikan terhadap pelaku. Jika saat ini ada informasi tentang pencabutan laporan oleh korban kami berharap agar penyidikan bisa tetap dilanjutkan karena aparat polisi sudah memiliki bukti pemeriksaan sebelumnya,” kata Bintang lagi.
UU TPKS, menurut dia, hadir sebagai bukti negara serius melindungi para korban kekerasan seksual khususnya kelompok rentan perempuan dan anak-anak.
“Ancaman pidana UU TPKS terhadap pelaku sudah tepat,” tegas Bintang.
Dalam kasus tindakan yang diduga dilakukan oleh pelaku terhadap korban sejak April 2023, maka pelaku juga bisa dikenakan Pasal 6 huruf c UU TPKS jo 64 KUHP tentang perbuatan berlanjut.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kementerian PPPA, hasil koordinasi dengan Reskrimsus Polda Maluku menunjukkan bahwa pada April 2023, Bupati Maluku Tenggara diduga melakukan Tindak Pidana Kekerasan Seksual terhadap korban TSA (21 tahun) yang merupakan karyawan kafe.
Pada 1 September 2023, kasus ini ditangani oleh penyidik Reskrimsus Polda Maluku dengan nomor TBL/230/IX/2023/Maluku/SPKT. Pada hari yang sama, korban menjalani pemeriksaan di Polda Maluku dan visum et repertum di RS Bhayangkari dengan didampingi oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Maluku.
“Kami melalui tim layanan SAPA sebelumnya langsung berkoordinasi dengan dinas pengampu yang berada di daerah, yaitu Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas PPPA) Provinsi Maluku dan UPTD PPA Provinsi Maluku untuk mendampingi korban mulai dari pendampingan psikologi korban hingga nanti mengawal proses hukumnya. Mereka juga akan terus berkoordinasi dengan Polda Maluku untuk mengikuti perkembangan kasus,” ujar Menteri PPPA.
Dalam kesempatan ini, Menteri PPPA kembali mengajak semua perempuan yang mengalami kasus kekerasan dan pelecehan untuk berani bicara dan mengungkap kasus kekerasan yang dialami. Untuk memudahkan aksesibilitas bagi korban atau siapa pun yang melihat, dan mendengar adanya kekerasan, dapat melaporkan melalui call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 serta WhatsApp 08111-129-129. (usm/ted)