Jakarta (pilar.id) – Kementerian Pertanian (Kementan) menyiapkan benih kedelai sumber yang sudah adaptif terhadap berbagai kondisi agroklimat di lingkungan tropis. Hal ini seperti yang dikatakan Peneliti ahli utama Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Balitbang Kementan, Muchlish Adie.
Menurut Muchlish, benih sumber hasil penelitian Balitbangtan memiliki keunggulan yang sangat luar biasa dan mampu menghasilkan produk di atas rata-rata. Secara hitung-hitungan, satu ton benih sumber kedelai untuk 20 hektar, atau per hektarnya membutuhkan 50 kg.
“Selama ini setiap tahun kami menyebarkan 30 ton benih sumber kedelai berbagai varietas, untuk dikembangkan kembali para penangkar benih, sebelum menjadi benih siap tanam untuk kedelai konsumsi,” ujar Muchlisin, Minggu (27/2/2022).
Muchlish mengaku optimis bahwa target pemerintah dalam memenuhi kebutuhan kedelai lokal dapat diwujudkan secara cepat, namun tetap bertahap. Asalkan, kata dia, semua pihak ikut terlibat dan mendukung kemampuan bangsa sendiri dalam menghasilkan produksi berkualitas.
“Kan kedelai itu asal usulnya memang dari daerah sub tropis pak, dimana dari semua tanaman pangan, yang pertama di lepas itu kedelai tahun 1918. sampai sekarang sudah hampir 100 tahun dan sudah cocok sekali dengan kondisi Indonesia. Kami sudah mengembangkan 114 varietas kedelai yang cocok dengan kondisi iklim kita. Kalau banyak orang yang menilai hasilnya gagal karena kondisi sub tropis, saya kira itu salah besar,” kata dia.
Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, Muchlish optimis dengan pemetaan lokasi penangkar benih yang tersebar di beberapa propinsi, mampu menyuplai benih dan biasanya pada puncak pertanaman kedelai di bulan Juni atau Juli adalah masa optimal pertanaman.
“Bulan Januari hingga Maret biasanya masa penyiapan benih. Nanti pada Juni atau Juli puncaknya produksi kedelai. Sentra kedelai di 10 propinsi saya yakin bisa bagus produksinya,” tambahnya.
Mendapatkan produksi kedelai yang optimal, menurut Muchlish terletak pada strategi populasi benih yang ditanam pada satu hektar lahan. Idealnya petani menanam dengan populasi 250 ribu tanaman dalam satu hektar dan di beberapa wilayah seperti Kendal dan Nganjuk berhasil dengan baik.
“Yang sering terjadi populasinya hanya 150 ribu tanaman, dan akhirnya tidak maksimal. Untuk itu kami dari Balitbangtan perlu melakukan pendampingan pada petani,” ujarnya.
Selain itu, keberadaan sumber benih mandiri sangat diperlukan di sentra pertanian kedelai. Ini untuk mengurangi ketergantungan pada benih luar daerah, serta kemampuan memenuhi kebutuhan lokal.
Di sisi lain, Muchlish menilai pentingnya keterlibatan offtaker dalam mewujudkan kedelai lokal yang berkualitas tinggi. Merekalah yang nantinya akan membantu petani dan juga Negara dalam mengelola pertanian khusus kedelai secara bagus.
“Harus ada keterlibatan offtaker karena negara tidak memiliki banyak uang untuk benih tanam konsumsi. Petani perlu diberikan jaminan harga yang baik sehingga terus bersemangat bertani. Pola tanam diatur dengan baik dan menguntungkan petani,” tutupnya. (her/din)