Bojonegoro (pilar.id) – Kerupuk Klenteng, atau lebih dikenal sebagai Kerupuk Abang-Ijo khas Bojonegoro, resmi menjadi salah satu penerima sertifikat Warisan Budaya Tak Benda Indonesia (WBTbI) dari Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia.
Kerupuk ini dinilai sebagai produk kuliner tradisional yang berhasil mempertahankan nilai sejarah dan kearifan lokal sejak tahun 1929.
Anton Indarno, generasi keempat pemilik usaha Kerupuk Klenteng, menyampaikan bahwa pencapaian ini berkat komitmen untuk melestarikan resep asli yang diwariskan oleh pendiri usaha, Tan Tjian Liem dan Ooi Hay Nio.
“Kami selalu menjaga kualitas dan cita rasa kerupuk sesuai resep asli keluarga, sembari berinovasi untuk mengikuti perkembangan zaman,” kata Anton, Rabu (20/11/2024).
Sejarah Kerupuk Klenteng Bojonegoro
Kerupuk Klenteng mulai diproduksi di masa sulit pada tahun 1929, ketika Hindia Belanda mengalami depresi ekonomi. Kondisi di Bojonegoro diperburuk oleh luapan sungai Bengawan Solo yang menyebabkan gagal panen.
Dalam kondisi ekonomi yang buruk, kerupuk ini mulai diproduksi di dekat Klenteng Hok Swie Bio, Jalan Jaksa Agung Suprapto, Bojonegoro. Ini yang jadi alasan, mengapa produk ini dikenal dengan nama Kerupuk Klenteng.
Kerupuk ini memiliki ciri khas warna-warni, merah, kuning, hijau, dan putih, yang melambangkan nilai sosial budaya lokal. Warna-warna tersebut juga identik dengan ornamen di klenteng, mempertegas ikatan budaya antara kuliner dan komunitas setempat.
Anton menjelaskan bahwa produksi Kerupuk Klenteng mematuhi standar kesehatan dan kualitas. Pabriknya telah memperoleh sertifikasi dari berbagai lembaga, seperti Unit Layanan Pengujian Fakultas Farmasi Universitas Airlangga dan PT SUCOFINDO. Kerupuk ini bebas dari bahan kimia tambahan, bakteri berbahaya, dan zat terlarang.
“Kepercayaan konsumen adalah prioritas kami. Oleh karena itu, kami memastikan setiap produk memenuhi standar halal dan kesehatan,” tambahnya.
Untuk menjangkau pasar yang lebih luas, Anton mengemas produk ini dengan desain modern, meluncurkan logo baru, dan memanfaatkan internet untuk promosi. Selain itu, ia membuka pabriknya untuk komunitas yang ingin memotret atau menjelajahi sejarah usaha tersebut.
Meski inovasi terus dilakukan, Anton memastikan akar tradisi tetap terjaga. Nama abang-ijo yang mencerminkan kearifan lokal tetap dipertahankan sebagai merek dagang.
Kini, Kerupuk Klenteng bukan hanya menjadi kebanggaan masyarakat Bojonegoro, tetapi juga simbol warisan budaya yang patut dilestarikan. Dengan sertifikasi WBTbI, kerupuk ini diharapkan semakin dikenal luas sebagai bagian dari identitas kuliner Indonesia. (hdl)