Denpasar (pilar.id) – Kelapa sawit, komoditas utama Indonesia, menghadapi tantangan serius yang mengancam keberlanjutannya. Peneliti Senior dari Neiker Institute, Enrique Ritter, memperingatkan bahwa stres biotik dan abiotik berpotensi merusak produktivitas tanaman ini.
Hal ini diungkapkan dalam International Conference on Oil Palm and Environment (ICOPE) Series 2025 Day 3 di Bali Beach Convention, Bali.
“Mulai dari kekeringan hingga serangan patogen, semua faktor ini saling mempengaruhi kelapa sawit. Jika tidak ditangani, hasil panen kita bisa terancam,” tegas Ritter.
Ancaman Stres Abiotik dan Biotik
Studi terbaru mengungkap bahwa stres abiotik, seperti kekeringan, efisiensi penggunaan nitrogen, dan fosfor, menjadi tantangan utama.
Selain itu, tekanan dari suhu ekstrem, banjir, dan keasaman tanah juga memperparah kondisi tanaman.
Para peneliti menggunakan teknik molekuler untuk memahami variabilitas genotip dan ekspresi gen diferensial guna meningkatkan ketahanan tanaman.
Di sisi lain, stres biotik seperti serangan patogen ganoderma, fusarium vascular wilt, dan kumbang tanduk semakin memperumit situasi.
“Penting untuk melakukan survei penyakit dan studi keanekaragaman genetik patogen guna mengembangkan metode deteksi yang lebih efektif,” jelas Ritter.
Solusi Inovatif: Drone dan Robot Hutan
Meski ancaman terus berkembang, inovasi teknologi memberikan secercah harapan. Robot hutan dan drone kini dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi dan otomatisasi pengelolaan kebun sawit.
“Drone ini dilengkapi sensor canggih yang dapat mengumpulkan data spesifik serta menyemprotkan pupuk dan bahan kimia dengan presisi tinggi,” ujar Ritter.
Sinergi Peneliti dan Petani
Dalam era yang menuntut keberlanjutan dan efisiensi, kolaborasi antara peneliti dan petani menjadi kunci untuk mengatasi tantangan ini.
Dengan dukungan teknologi dan penelitian mendalam, diharapkan kelapa sawit dapat tetap menjadi komoditas andalan Indonesia.
Ancaman stres biotik dan abiotik pada kelapa sawit tidak bisa dianggap remeh. Namun, dengan inovasi dan sinergi yang tepat, masa depan komoditas ini masih bisa diselamatkan. (mad/hdl)