Jakarta (pilar.id) – Larangan penjualan rokok dinilai tidak akan efektif. Pakar sosiologi ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Prof Bagong Suyanto mengatakan, mengerem kebiasaan merokok masyarakat menengah ke bawah tidak cukup hanya melalui pelarangan, tapi perlu mengubah kesadaran.
“Ini adalah soal pemahaman mengenai bahaya rokok itu sendiri yang perlu digali dan dipulihkan kembali,” ujarnya, dalam keterangan resmi, Rabu (28/12/2022).
Menurut Prof Bagong, larangan tersebut juga tidak sepenuhnya menjadi solusi yang baik dalam mengurangi jumlah konsumsi rokok. Sebab, perokok yang telah kecanduan akan tetap membeli rokok meskipun tidak dapat lagi membeli secara batangan.
“Perokok adiktif akan beli dalam jumlah banyak sehingga penjual rokok tetap akan dapat untung dan tidak akan kapok,” kata Prof Bagong.
Selain itu, lanjut Prof Bagong, potensi bagi masyarakat untuk beralih menggunakan rokok elektrik dibanding rokok tembakau kebanyakan hanya dimanfaatkan oleh golongan menengah. Akibatnya, rokok tembakau tetap akan marak digunakan.
Prof Bagong juga menilai, ajakan untuk tidak merokok dalam iklan layana masyarakat juga tak efektif menekan jumlah perokok. Sebab, selama ini masyarakat tetap menutup mata dari bahaya merokok. “Jadi, yang perlu dilakukan adalah promosi bagaimana menciptakan nilai baru soal bahaya rokok, kejahatan rokok, dan lain-lain,” sambung dia.
Selain itu, Prof Bagong juga menjelaskan peran penting perempuan dan tokoh lokal. Ia menyarankan perlunya mengembangkan gerakan perempuan dan anak anti rokok
“Biasanya, suami-suami itu nurut kalau istri yang meminta. The power of emak-emak, bahasa kerennya,” kata dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyampaikan, pemerintah akan melarang penjualan rokok batangan. Larangan itu dimuat dalam Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023 yang bertujuan untuk untuk menjaga kesehatan masyarakat.
“Itu kan, untuk menjaga kesehatan masyarakat kita semuanya,” kata Jokowi. (ach/din)