Surabaya (pilar.id) – Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 2 Tahun 2023 yang mengharamkan pengadilan untuk mengabulkan pencatatan pernikahan antara pasangan berbeda agama dan keyakinan.
Aturan tersebut memberikan petunjuk bagi hakim dalam mengadili perkara permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan keyakinan.
Prof Dr. Nurul Hartini SPsi MKes Psikolog, seorang pakar Psikologi Keluarga dari Universitas Airlangga (Unair), mengungkapkan bahwa pernikahan dengan perbedaan agama memiliki tantangan yang lebih besar daripada pernikahan dengan keyakinan yang sama. Hal ini karena perbedaan agama menjadi salah satu perbedaan yang cukup kompleks dalam hubungan pasangan.
“Perbedaan agama adalah perbedaan dalam keyakinan yang diyakini kebenarannya. Setiap agama memiliki hal yang berbeda dengan keyakinan yang diyakini. Meskipun kita sama-sama yakin bahwa Tuhan ada,” jelasnya.
Memutuskan untuk menikah dengan perbedaan agama tanpa adanya kelonggaran, sebenarnya menandakan kesulitan untuk menyatukan pasangan tersebut sejak awal. Bagi beberapa orang, agama menjadi hal yang esensial dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu, kemungkinan akan muncul banyak masalah di masa depan akibat perbedaan tersebut.
Masalah lain akan muncul ketika pasangan tersebut memiliki anak. Anak seringkali bingung saat kedua orangtuanya menanamkan nilai-nilai yang berbeda. Meskipun mereka menyadari bahwa hidup dengan perbedaan tersebut memungkinkan akibat tingginya tingkat toleransi.
“Saya yakin setiap dari kita ingin menanamkan nilai-nilai yang menurut kita benar kepada anak-anak kita,” tambah Guru Besar Fakultas Psikologi Unair tersebut.
Baginya, agama menjadi aspek penting dalam diri manusia karena mempengaruhi dan memberikan warna pada kepribadian mereka. Agama juga menjadi pondasi dalam cara berpikir, bersikap, dan merespons suatu situasi.
“Jika sulit menyatukan, mungkin pernikahan bukan jalan untuk menyatukan. Kita tetap bisa menjadi saudara, namun tidak dalam ikatan pernikahan,” pungkasnya.
Dengan aturan terbaru yang dikeluarkan oleh MA, diharapkan para calon pasangan akan lebih mempertimbangkan dampak dan tantangan yang mungkin muncul jika memutuskan untuk menikah dengan perbedaan agama dan keyakinan. Pemahaman yang baik tentang pentingnya kompromi dan toleransi dapat membantu memperkuat hubungan dalam pernikahan dan menghadapi perbedaan dengan bijaksana. (ang/hdl)