Jakarta (pilar.id) – Penyakit Leptospirosis belakangan menjadi salah satu perbincangan hangat di masyarakat. Penyakit Leptospirosis ini memiliki gejala umum demam tinggi, sakit kepala hingga nyeri otot.
Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Semarang, Jawa Tengah, Muchlis Achsan Udji Sofro mengatakan, penyakit Leptospirosis merupakan penyakit yang berasal dari infeksi bakteri leptospira.
Bakteri ini, bisa menjangkiti manusia lewat binatang, khususnya tikus. Bakteri tersebut tersebar lewat urin tikus lalu berpindah ke genangan air.
Sehingga orang yang tidak menjaga kebersihan, seperti jarang cuci tangan, dan memiliki luka terbuka yang tidak diobati, atau kulit pecah-pecah dapat tertular bakteri ini.
Selain itu, leptospirosis biasanya terjadi di daerah rawan banjir atau memiliki genangan air seperti persawahan. Pada penderita akut biasanya terjadi infeksi pada organ tubuh penting, yang ditandai dengan gusi berdarah, batuk berdarah, dan kulit menguning.
“Pasien demam tinggi, perdarahan seperti gusi berdarah, muntah darah dan ada gangguan ginjal akut dengan periksa fungsi ginjal, kreatinin meninggi,” kata dokter Muchlis.
Ketua Divisi Penyakit Infeksi KSM Penyakit Dalam RSUP Dr Kariadi ini menyarankan, ketika tubuh mulai menunjukkan gejala ringan dengan kontak di daerah rawan banjir, segera ke fasilitas kesehatan terdekat agar ditangani dengan tepat sehingga peluang kesembuhan lebih besar.
“Pengobatan leptospirosis ringan-sedang, cukup diberikan antibiotik seperti amoksilin yang biasa untuk radang tenggorokan, selama 7 hari pengobatan, sudah selesai. Yang berat, akan diberi injeksi dan diatasi semua organ target yang kena,” kata dia.
Bakteri leptospirosis sendiri dapat menyerang organ-organ vital, seperti jantung, hati, dan ginjal. Bahkan, apabila gejala sudah sangat berat dan tidak ditangani dengan tepat dapat menyebabkan kematian.
“Leptospirosis kalau berat bisa nyerang jantung menjadi miokarditis, ke hati menjadi hepatitis, serang ginjal jadi ureum ratusan jumlahnya,” jelas dia.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), terdapat sebanyak 1.408 kasus leptospirosis di Indonesia, pada Desember 2022. Sebanyak 139 di antaranya, dinyatakan meninggal dunia.
Kasus leptospirosis tertinggi ada di Jawa Tengah, dengan 502 kasus dan case fatality rate (CFR) sebanyak 13,94 persen. Kemudian Jawa Timur mencapai 401 kasus dengan CFR 3,49 persen, selanjutnya Yogyakarta sebanyak 235 kasus dengan CFRS 5,53 persen. (ach/fat)