Jakarta (pilar.id) – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, audit terhadap perusahaan-perusahaan minyak kelapa sawit akan segera dimulai. Bila audit sudah dilakukan, pemerintah harus mengungkap perusahaan yang nakal ke publik.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, sekarang faktanya harga minyak goreng curah di pasar tradisional masih mahal alias belum ada penurunan secara signifikan.
Per kemarin, Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional mencatat, harga minyak goreng curah mengalami penurunan 0,27 persen atau Rp50 menjadi Rp18.200 per kilogram. Meskipun mengalami penurunan, namun harga tersebut masih jauh di atas harga eceran tertinggi yakni senilai Rp14.000 per kilogram.
Adapun, harga minyak goreng kemasan bermerek 2 juga mengalami penurunan sebesar 0,39 persen atau Rp100 menjadi Rp25.300 per kilogram. Sementara minyak goreng kemasan bermerek 1 masih sama dibanding harga di hari sebelumnya yakni Rp26.450 per kilogram.
Menurut Bhima, upaya untuk menekan harga yang dilakukan pemerintah jangan sampai salah sasaran. Dia berharap, pemerintah tidak menekan pedagang pasar untuk menjual minyak goreng curah dengan harga murah.
“Seharusnya tekanan itu diberikan kepada perusahaan kelapa sawit atau minyak goreng,” kata Bhima kepada Pilar.id, Rabu (8/6/2022).
Menurutnya, hasil audit yang dilakukan pemerintah melalui Luhut seharunya bisa mengetahui perusahaan mana yang bermain untuk menahan pasokan minyak goreng dan tidak mau menurunkan harga minyak goreng di bawah harga eceran tertinggi (HET) dan lebih mendorong ekspor secara besar-besaran.
Selain produsen atau pabrik minyak goreng, pemerintah juga harus mencari tahu distributor minyak goreng yang sengaja mengurangi pasokan atau menahan pasokan minyak goreng ke masyarakat. Bhima menegaskan, hasil audit yang dilakukan Luhut harus segera diungkap ke publik.
“Dengan begitu ada sanksi sosial, selain penegakan hukum apabila ada oknum perusahaan yang memonopoli pasar atau tidak menyalurkan distribusi minyak goreng dengan benar,” kata dia.
Menurutnya, selama ini sanksi berjalan ketika sudah ada alat bukti di aparat kenegak hukum. Misalnya saja seperti kasus di Kementerian Perdagangan (Kemendag) soal izin ekspor di saat pemerintah mengeluarkan kebijakan DMO.
Maka dari itu, Bhima berharap, harus ada perbaikan tata niaga di perusahaan minyak goreng Indonesia. Tidak hanya selesai pada hasil audit yang dilakukan pemerintah, namun penegakan hukum dan perbaikan tata niaga perusahaan minyak goreng dilakukan.
Dia manilai, proses audit hanya membuka transparasi parusahaan minyak goreng dan mengetahui saja yang bermain dalam lingkaran setan ini.
“Tapi langkah berikutnya adalah hasil audit tadi, yakni perubahan tata niaga yang dilakukan, apakah bisa menurunkan harga minyak goreng. Itu yang lebih penting dilakukan sekarang,” tegasnya. (her/din)