Jakarta (www.pilar.id) – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, mengingatkan pentingnya reformasi birokrasi di dalam menjalankan sistem pemerintahan yang baik dan benar. Terutama untuk pemerintah daerah (Pemda).
Kata dia, reformasi birokrasi merupakan usaha pemerintah dalam mengubah sistem penyelenggaraan pemerintahan menjadi lebih baik, untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efektif, efisien, transparan, akuntabel dan memberikan pelayanan publik yang prima.
Mahfud juga menyebut bahwa birokrasi pemerintah adalah sebuah alat yang paling efektif untuk menjalankan roda pemerintahannya dengan lebih baik.
“Birokrasi pemerintah sejatinya merupakan mesin penggerak pembangunan dalam rangka mencapai tujuan bernegara yang pada akhirnya mewujudkan kesejahteraan masyarakat,” kata Mahfud dalam acara ‘Peningkatan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Pemerintahan Daerah Melalui Komitmen Pimpinan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota’ di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (1/12/2021).
Petunjuk dan pelaksanaan dari reformasi birokrasi sudah tersedia, tinggal para pimpinan pemerintah daerah di level provinsi hingga kabupaten/kota mau menjalankannya atau tidak. Grand design reformasi birokrasi berdasar Perpres 81 tahun 2010 telah berjalan kurang lebih 11 tahun dan kali ini telah memasuki periode ketiga atau periode terakhir.
Hingga saat ini, lanjutnya, masih ada pula bupati atau walikota di Indonesia yang belum melaporkan hasil pelaksanaan reformasi birokrasi di wilayahnya. Berdasarkan data terakhir yang diperoleh Mahfud, sebanyak 59 kabupaten/kota belum melaksanakan reformasi birokrasi secara prosedural.
Apabila pemerintah menjalankan reformasi birokrasi yang baik dan benar, maka pelayanan publik akan jauh lebih baik. Dengan begitu, reformasi birokrasi merupakan hal yang penting dan menjadi urusan bersama baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Sayangnya, reformasi birokrasi tidak akan berjalan jika mentalitas para birokrat dan pimpinan tidak menjalankannya sesuai dengan aturan. Salah satu penyakit yang menghambat berjalannya reformasi birokrasi adalah merasa dilayani, bukan merasa harus melayani publik.
“Pola pikir birokrat yang masih menempatkan diri sebagai penguasa bukan pelayan publik sebagai orang yang minta dilayani, tetapi tidak mau melayani. Misalnya menyebabkan pelayanan yang lambat, prosedur yang berbelit-belit dan budaya afiliasi yang merekat sehingga dapat mendorong terjadinya praktik KKN,” tuturnya.
Lebih lanjut, Mahfud menekankan bahwa komitmen kuat dan pemimpin yang mempunyai keinginan untuk membawa birokrasi agar birokrasinya lebih maju tentu akan selalu mendorong terciptanya good governance dan clean government di lingkungan kerjanya masing-masing.
“Untuk itu, saya mendorong agar para gubernur bisa melakukan evaluasi menyeluruh di kabupaten atau kota yang belum melaksanakan reformasi birokrasi tersebut,” pungkasnya. (her)