Yogyakarta (pilar.id) – Pagi itu, Abu Kahfi duduk tenang sambil memperhatikan hafalan quran yang disetor para santri. Ia didampingi oleh empat pengajar lainnya, yang juga duduk menyebar di tiap sudut ruangan. Sesekali, ia mencoba membenarkan bacaan para santri melalui sebuah isyarat semata.
Abu, atau biasa dipanggil Ustadz Abu, merupakan pendiri sekaligus pengasuh di Pesantren Tunarungu Darul Ashom, Sleman, Yogyakarta. Pesantren ini digunakan oleh para penyandang tuli untuk mengenyam pendidikan sebagai tahfidz quran.
Kini, sudah 2,5 tahun Pesantren Darul Ashom berdiri. Total sudah 105 santri terdaftar di pesantren ini, baik laki-laki maupun perempuan. Mereka datang dari beragam daerah, Sumatra, Kalimantan, Bali hingga Sulawesi.
Kedekatan Abu Kahfi dengan penyandang tuli dimulai sekitar 11 tahun silam. Ia berjumpa dengan dua orang penyandang tuli yang awam dengan pendidikan agama. Dua orang tersebut lantas diajak ke pondok di sekitar tempat Abu tinggal. Namun mereka tak langsung diajarkan tentang pendidikan agama oleh Abu.
“Di bawa ke pondok, saya nggak bisa bicara kan, mereka diajak olahraga (dulu), dan terus interaksi banyak,” ujar Abu Kahfi.
Sejak saat itu kedekatan Abu dan dua penyandang tuli semakin kuat. Sebulan berjalan, Abu Kahfi sudah fasih berbahasa isyarat dan mampu memahami apa yang mereka inginkan.
Seiring berjalannya waktu, Abu Kahfi akhirnya membuat sendiri pengajian bagi penyandang tuli di rumahnya. Pesertanya kebanyakan datang dari usia remaja dan dewasa. Ia juga kerap diminta untuk mengisi ceramah di tempat lain dengan menggunakan bahasa isyarat.
“Di rumah sendiri buka halaqah sendiri, pengajian tuna rungu hari akad dan hari kamis. Anak tunarungu datang ke rumah, ada suami-istri,” Abu menambahkan.
Tak puas dengan hal tersebut, Abu menganggap jika pengetahuan agama bagi penyandang tuli akan lebih baik diajarkan sejak pendidikan usia dini. Akhirnya ia memutuskan untuk mendirikan pondok bagi penyandang tuli, dibantu kedua anaknya yang juga merupakan tahfidz quran.
“Baru berpikir, alangkah baiknya kalau kita masuk ke usia pendidikan, ke sekolah. Akan jadi bekal remaja ke dewasanya akan jadi lebih mumpuni untuk belajar agama. Akhirnya saya mikir, ini kok jadi pondok itu,” jelas Abu.
Melalui Abu Kahfi pilar.id mencoba berbincang dengan Azman. Salah satu santri penyandang tuli berusia 12 tahun asal Kabupaten Kendal. Ia telah mampu menghafal 2 juz quran sejak pertama kali menginjakkan kaki di Pesantren Tunarungu Darul Ashom dua tahun lalu.
Kini para santri di Pesantren Darul Ashom sudah kian terlatih membaca Al Quran menggunakan bahasa isyarat. Mereka tak kesulitan lagi untuk mencari ruang belajar, demi mengenyam pendidikan agama secara layak. (fir/hdl)