Jakarta (pilar.id) – Tepat hari ini, atau 19 tahun lalu silam seorang jurnalis bernama Sory Ersa Siregar meregang nyawa ketika bertugas di Aceh. Saat itu, Ersa adalah seorang jurnalis yang bekerja untuk stasiun televisi RCTI.
Ersa dilahirkan di Berastagi, pada 4 Desember 1951 dan meninggal pada 29 Desember 2003 di usia 52 tahun. Dia meninggalkan seorang istri bernama Tuty Komala Bintang Hasibuan, serta 3 orang anak, yaitu Ridhwan Ermalamora Siregar, Syawaluddin Ade Syahfitrah Siregar, dan Meiliani Fauziah Siregar.
Ia mengawali karirnya sebagai pembawa acara Dunia Dalam Berita yang tayang di TVRI antara tahun 1978 hingga 1993. Selanjutnya, ia bekerja di PT Fesda, PT Satmarindo, dan menjadi jurnalis Majalah Keluarga, dan Majalah Suasana.
Selanjutnya, Ersa memutuskan untuk bergabung bersama RCTI pada 1993. Saat berkarier di RCTI, ia mengawali kariernya sebagai produser, lalu menjadi koordinator daerah, dan akhirnya menjadi koordinator liputan.
Ersa adalah salah satu wartawan yang bertugas untuk meliput konflik bersenjata di Aceh yang melibatkan TNI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Saat itu, Ersa dan juru kameranya Ferry Santoro dilaporkan hilang dan diculik oleh GAM pada Juni 2003. Ersa dan juru kameranya itu, menjadi tawanan GAM di daerah Langsa, Aceh Timur. Langsa dikenal sebagai salah satu daerah yang menjadi basis GAM.
Ersa Siregar yang ditawan oleh GAM hingga enam bulan ini, tewas ketika terjadi operasi penyelamatan terhadap dirinya. Saat itu, penyerbuan TNI ke markas GAM justru membuat dirinya tertembak. Ersa tertembak di bagian leher kanan yang tembus hingga ke ketiak kirinya. Ersa meninggal pada 29 Desember 2003 dan menjadi salah satu korban dari konflik bersenjata di Aceh.
GAM dan sederet peristiwa beruntun di bulan Desember.
Sedikit informasi mengenai sejarah GAM yang juga lahir pada bulan Desember. Tepatnya pada 4 Desember 1976, inisiator GAM, Hasan di Tiro dan beberapa pengikutnya mengeluarkan pernyataan perlawanan terhadap pemerintah RI. Di awal masa berdirinya GAM, nama resmi yang saat itu digunakan adalah Aceh Merdeka (AM).
Bencana alam gempa bumi dan tsunami pada 26 Desember 2004 telah memaksa pihak-pihak yang bertikai untuk kembali ke meja perundingan atas inisiasi dan mediasi oleh pihak internasional. Seluruh senjata GAM yang mencapai 840 pucuk, selesai diserahkan kepada AMM pada 19 Desember 2005.
Kemudian pada 27 Desember, GAM melalui juru bicara militernya Sofyan Dawood, menyatakan bahwa sayap militer mereka yaitu Tentara Neugara Aceh (TNA) telah dibubarkan secara formal dan dibentuk Komite Peralihan Aceh guna untuk menampung para eks-kombatan. Pengurusnya terdiri dari panglima-panglima GAM dari tingkat wilayah sampai kecamatan. (ach/din)