Jakarta (pilar.id) – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, kinerja perekonomian Indonesia masih menunjukkan adanya perbaikan. Hal itu ditunjukkan dengan beberapa indikator, baik eksternal maupun internal.
“Pertama dari eksternalnya, neraca pembayaran, ekspor Indonesia masih bertahan kuat,” jelas Sri Mulyani, di Jakarta, Rabu (27/7/2022).
Adapun kinerja eskpor pada bulan Juni 2022 mencapai 26,1 miliar Dollar AS atau tumbuh 40,7 persen year on year (yoy). “Dan kalau kita lihat ekspor migas dan non migas, masih mengalami pertumbuhan yang cukup baik. Produk yang mengkrontribusikan ekspor kita adalah batubara, sawit, besi, dan baja,” jelas dia.
Sementara itu untuk impor juga mengalami peningkatan cukup signifikan. Pada bulan Juni 2022 tercatat 21,0 miliar Dollar AS atau tumbuh 22 persen yoy. Impor didominasi oleh bahan baku dan barang modal.
“Untuk impor juga masih kuat menandakan bahwa kebutuhan untuk produksi juga meningkat,” kata Sri Mulyani.
Dengan demikian, hingga Juni 2022 neraca pembayaran masih mengalami surplus sebesar 5,1 miliar Dollar AS. Surplus neraca perdagangan Juni naik hampir 2 kali lipat dibanding bulan sebelumnya, yang tercatat 2,9 miliar Dollar AS.
“Ini 26 bulan berturut-turut neraca perdagangan ekspor minus impor Indonesia masih dalam posisi surplus,” jelas Sri Mulyani
Namun, di sisi lain Indonesia harus mulai waspada dengan kenaikan inflasi. Komponen yang paling mengalami inflasi cukup cepat adalah volatile food atau bahan makanan.
Menurut Sri Mulyani, walaupun pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menjaga stabilitas harga pangan tetapi inflasi sulit terhindarkan. Makanan dan minuman yang merupakan kontributor 25 persen dari total konsumsi masyarakat mengalami inflasi sebesar 8,26 persen.
“Terutama pangan yang diimpor. Gandum dan seperti yang kemarin kita lihat cabai dan bawang merah,” kata Sri Mulyani.
Sektor transportasi juga memberikan andil besar terhadap inflasi setelah makanan dan minuman. Hal itu dikarenakan tingkat mobilitas masyarakat yang sudah mulai terjadi lonjakan. Di sisi lain, suplay transportasi terutama maskapai penerbangan belum mengalami peningkatan.
“Maka menimbulkan kenaikan inflasi 5,45 persen, dan jelas untuk penerbangan kenaikan dari bahan bakar penerbangan juga tentu terpengaruhi dengan kenaikan harga minyak seluruh dunia,” jelas dia. (ach/hdl)