Jakarta (pilar.id) – Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kembali jadi perhatian masyarakat Indonesia usai hadirnya drama tindak KDRT yang menimpa Lesti Kejora dan diduga dilakukan oleh suaminya sendiri, Rizky Billar.
Meski, belakangan keduanya memilih untuk berdamai dan laporan tindak pidana KDRT ke Polres Jakarta Selatan yang dilajukan Lesti Kejora telah ditarik kembali. Namun, hal tersebut tidak membuat perhatian kasus KDRT menjadi ikut hilang begitu saja.
Terkait dengan penanganan kasus KDRT, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga menyebut bahwa keberasaan rumah aman, memiliki peran penting dalam upaya penanganan kasus KDRT.
“Shelter atau rumah aman menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam penanganan kasus kekerasan, terutama KDRT,” kata Menteri Bintang Puspayoga dalam keterangan di Jakarta, Rabu (9/11/2022).
Bintang Puspayoga mengatakan berdasarkan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), jenis kekerasan yang paling banyak dilaporkan adalah KDRT.
Oleh karena itu, keberadaan rumah aman merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seluruh warganya.
Saat ini Kementerian PPPA tengah mengembangkan kebijakan rumah aman dengan berkaca pada konsep Star Shelter yang dikembangkan Pemerintah Singapura.
“Kementerian kami sedang membangun rumah aman bagi perempuan dan anak korban kekerasan dan sedang dalam proses pengembangan kebijakan dan standar operasional prosedur (SOP) dari Singapore Council of Women Organizations dan Star Shelter yang sudah cukup lama menjalankan shelter ini bisa memberikan inspirasi,” ujar Menteri PPPA.
Star Shelter merupakan rumah aman bagi perempuan dan anak korban KDRT di Singapura.
Pihaknya menambahkan praktik baik implementasi Star Shelter di Singapura akan memberikan pemahaman yang komprehensif terkait perlindungan serta pemenuhan hak perempuan dan anak korban kekerasan.
Bintang mengatakan penyediaan rumah aman bagi perempuan dan anak penting untuk segera diwujudkan.
Hal ini karena Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) Tahun 2021 menunjukkan satu dari empat perempuan Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik dan atau seksual.
Selain itu, berdasarkan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) Tahun 2021, tercatat empat dari 10 anak perempuan dan tiga dari 10 anak laki-laki pernah mengalami kekerasan sepanjang hidupnya. (fat)