Jakarta (pilar.id) – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengatakan, Ramadhan di tahun politik bisa menjadi momentum yang tepat bagi seluruh komponen bangsa untuk membangun koalisi rekonsiliasi. Pada momen ini, para tokoh bangsa dapat membicarakan dampak krisis, kebangkrutan negara, hingga ancaman disintegrasi bangsa.
“Ramadhan itu bulan penuh berkah. Orang kita kan senangnya buka puasa bersama. Sambil buka puasa bersama, itu partai politik bisa membicarakan rekonsiliasi,” kata Anis, di Jakarta, Kamis (23/2/2023).
Anis mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan peringatan agar Indonesia waspada menghadapi krisis global saat ini, meski ekonomi terlihat dalam keadaan baik-baik saja. Namun di tengah krisis itu, perlu menyatukan dan mengkonsolidasi para elit politik, militer, ekonomi, akademisi, dan budayawan agar semua bersiap menghadapi krisis.
“Ini tunggu giliran saja, semua akan kena termasuk Indonesia. Jadi Ramadhan ini adalah momentum yang paling bagus untuk membuat format koalisi rekonsiliasi baru,” kata dia.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengkritik upaya pihak-pihak tertentu yang ingin memisahkan agama dengan politik. Menurutnya, agama dan politik tidak bisa dipisahkan, karena konstitusi negara diatur berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Kalau agama dianggap momok, itu sengaja dihembuskan oleh orang-orang sekuler, termasuk soal politik identitas itu,” katanya.
Menurut Kyai Anwar, justru orang-orang sekuler yang memanfaatkan agama untuk kepentingan politiknya. “Mereka-mereka yang sebelumnya tidak pernah pakai baju koko dan tidak pernah pakai peci hitam, tetapi begitu mendekati tahun 2024 mereka mulai pakai baju koko dan juga pakai peci hitam. Mereka ini begitu sempurna memanfaatkan agama,” katanya.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti menyatakan sependapat dengan Anwar Abbas, bahwa agama dengan politik tidak bisa dipisahkan. Apalagi jika dilihat dalam konteks Indonesia, agama merupakan sumber ajaran dan nilai, sehingga tidak bisa dibuatkan garis demarkasi antara agama dan politik
“Saya setuju memisahkan agama dengan politik itu mustahil. Agama itu justru pemandu moral ketika berpolitik,” kata Abdul Mu’ti. (ach/hdl)