Jakarta (pilar.id) – Pakar Keamanan Siber dan Forensik Digital, Alfons Tanujaya meminta agar pemerintah tidak menganggap remeh aksi peretasan yang dilakukan Bjorka, meskipun data yang dibobol bersifat umum.
Sebab, menurut Alfons meski di tangan orang awam data tersebut tidak akan memiliki arti. Namun bagi data analis atau semacamnya, data tersebut bisa saja digunakan sebagai senjata pemenangan Pemilu 2024.
Oleh karena itu, Alfons meminta kepada pemerintah agar melakukan upaya demi melindungi data pribadi warganya. Alfons bahkan memberikan contoh apa yang telah dilakukan Israel dalam rangka melindungi data pribadi rakyatnya.
“Israel sebagai contoh, tidak main-main sekarang sudah memiliki tim siber yang terkemuka di dunia. Tim bekerja, dibiayai negara, dan dilakukan oleh talenta terbaik,” kata Alfons, di Jakarta, Kamis (22/9/2022).”Big data bisa digunakan untuk pemenangan pemilu 2024, pemetaan penduduk di mana saja. Itu yang perlu disadari,” kata peneliti keamanan siber dari Vaksin.com
Karena itu, Alfons berharap agar big data dikelola sebagai amanah, bukan sebagai berkah. Sebab, ketika datanya bocor akan merugikan negara dan warganya. “Kalau sebagai berkah, lalu datanya bocor, maka kita akan mendapat musibah,” tegasnya.
Sementara itu, setelah Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) disahkan, DPR kini mengejar pembahasan terkait RUU Keamanan Siber. Anggota Komisi I DPR Dave Akbarshah Fikarno mengatakan, RUU Keamanan Siber nantinya sebagai landasan hukum untuk memperkuat upaya penindakan pelanggaran di dunia siber.
“Perlu diperkuat lagi, dengan secepatnya menyelesaikan pembahasan RUU Keamanan Siber sebagai landasan hukumnya,” kata Dave.
Dave mengatakan, orang-orang yang mengakses dan menjual data tanpa izin, yang selama ini terkesan dibiarkan, sekarang dapat dipidana karena merupakan perbuatan kriminal. Pemerintah diharapkan terus menginventarisasi persoalan keamanan di dunia internet di masing-masing lembaga maupun perbankan, yang rawan diretas hacker.
Menurutnya, pemerintah tidak cukup hanya dengan membentuk satgas yang sifatnya adhoc. Namun, saat ini juga belum jelas siapa penanggung jawab dari ‘wali data’ keamanan siber, apakah Polri, BSSN, Kementerian Kominfo atau membentuk lembaga baru.
“Paling nggak aksi Bjorka ini mempercepat penyelesaian UU PDP,” katanya.
DPR, lanjutnya, juga terus mendorong pemerintah untuk memberikan literasi digital kepada publik dalam berbagai forum, selain memperbanyak infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi di seluruh Indonesia. Sehingga, masyarakat menjadi paham dan mengerti tentang penggunaan digital, dan bijak dalam berselancar di dunia maya.
Sementara itu, pengamat intelijen negara Wawan H Purwanto mengatakan, perlindungan data pribadi dan negara perlu melibatkan semua pihak, baik sebagai mitigasi maupun pencegahan kejahatan siber secara nasional maupun lokal.
“Ini peran bersama, pemerintah, swasta untuk membangun infrastruktur guna menjaga perlindungan data publik. Dalam UU PDP ini juga diatur sanksi pidana dan denda,” katanya. (ach/fat)