Jakarta (pilar.id) – Paramadina Institute of Ethics and Civilization (PIEC) bekerja sama dengan Yayasan Persada Hati dan Maha Indonesia menggelar Kajian Etika dan Peradaban (KEP) ke-33 bertema Pengetahuan dan Kuasa (Knowledge and Power): Tinjauan Budaya dan Politik.
Acara yang berlangsung di Ambhara Hotel, Jakarta, pada Kamis (28/11/2024), menghadirkan sejumlah pemateri ahli dari Universitas Paramadina.
Dr. Husain Heriyanto, Dosen Paramadina Graduate School of Islamic Studies, menjelaskan bahwa pengetahuan dan kuasa adalah dua entitas yang saling berkelindan. Namun, ia mengkritisi occidental errors of epistemology yang pernah disorot Gregory Bateson, yakni kecenderungan epistemologi Barat modern yang berfokus pada pengendalian.
“Manusia hanyalah bagian kecil dari sistem yang lebih besar. Kontrol penuh terhadap keseluruhan adalah sesuatu yang mustahil,” ungkapnya.
Dr. Husain juga menggarisbawahi pentingnya pendekatan berbasis epistemologi sosial, ekologi pengetahuan, dan kajian budaya untuk memahami dinamika tersebut secara komprehensif.
Sementara itu, Dr. Herdi Sahrasad menyoroti dampak kolonialisme terhadap hubungan pengetahuan dan kuasa di Indonesia. Ia mengungkap bahwa kolonialisme kerap menyamar sebagai pemberian pengetahuan melalui pembangunan infrastruktur modern. Namun, di balik itu, terjadi eksploitasi sumber daya dan upaya menghapus sejarah lokal.
“Amangkurat I, misalnya, memanfaatkan kekuasaan untuk membantai ribuan ulama, yang pada akhirnya memecah belah antara agama dan negara,” jelas Dr. Herdi. Ia menekankan pentingnya generasi muda mempelajari sejarah kolonialisme untuk memahami dampak jangka panjangnya.
Lebih lanjut, Dr. Herdi menyebutkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar sebagai jembatan antara komunitas Sunni dan Syiah, meskipun terdapat berbagai tantangan dari kelompok-kelompok tertentu. (usm/hdl)