Jakarta (pilar.id) – Pemerintah Indonesia merilis regulasi pembiayaan kreatif untuk mendukung pembangunan infrastruktur nasional. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya mendorong Indonesia keluar dari middle-income trap, sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo.
Regulasi ini bertujuan untuk mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta meningkatkan partisipasi sektor swasta.
Dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp400,3 triliun untuk pembangunan infrastruktur, termasuk infrastruktur pendidikan, kesehatan, konektivitas, pangan, energi, dan Ibu Kota Nusantara. Anggaran ini diharapkan mendukung Visi Indonesia Maju 2045, dengan target mencapai rasio infrastructure stock sebesar 49% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2024.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, “Pemerintah terus meningkatkan efektivitas pembiayaan investasi melalui kebijakan alternatif pembiayaan kreatif yang mengurangi beban APBN dan mendorong partisipasi swasta.”
Pemerintah telah menyelesaikan regulasi pembiayaan kreatif, termasuk Skema Hak Pengelolaan Terbatas (HPT) dan Skema Pengelolaan Perolehan Peningkatan Nilai Kawasan (P3NK). Skema HPT, atau asset recycling, adalah strategi optimalisasi Barang Milik Negara (BMN) dan aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mendanai infrastruktur. Di sisi lain, P3NK atau Land Value Capture, adalah skema berbasis kewilayahan yang memanfaatkan peningkatan nilai tanah akibat investasi dan kebijakan pemerintah di suatu kawasan.
Skema HPT pertama kali diterapkan di Australia pada 2014 dan sukses diimplementasikan pada proyek seperti Pelabuhan Melbourne dan Bandara Sydney. Sementara itu, skema P3NK telah digunakan di negara-negara seperti Inggris, Hong Kong, dan Jepang.
Inovasi dalam pembiayaan infrastruktur menjadi kunci untuk memastikan keberlanjutan pembangunan nasional. Regulasi pembiayaan kreatif diharapkan menjadi katalisator untuk menarik investasi swasta yang diperlukan serta mendukung proyek-proyek infrastruktur yang ramah lingkungan dan berdaya tahan terhadap perubahan iklim.
Plt. Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Susiwijono Moegiarso menekankan pentingnya aturan turunan untuk memastikan pelaksanaan yang efektif dari kedua skema ini.
Acara peluncuran regulasi ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Konselor Ekonomi Kedutaan Besar Australia di Jakarta, perwakilan Kemitraan Indonesia-Australia Untuk Infrastruktur (KIAT), dan perwakilan kementerian/lembaga terkait. (hdl)