Jakarta (pilar.id) – Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, menilai, pembagian rice cooker itu tidak begitu tepat dalam menggantikan gas elpiji 3 kg, bahkan hampir tidak dapat menggantikan sama sekali.
“Alasannya, rice cooker hanya untuk menanak nasi, sedangkan memasak lauk dan lainnya masih menggunakan kompor gas dengan elpiji 3 kg,” kata Fahmy dalam keterangannya, Senin (28/11/2022).
Setelah dibatalkan pembagian kompor listrik, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana membagikan 680 ribu penanak nasi atau rice cooker gratis kepada masyarakat pada 2023.
Tujuan pembagian rice cooker, yang akan dibiayai dari APBN Kementerian ESDM 2023, adalah untuk mendukung pemanfaatan energi bersih, meningkatkan konsumsi listrik per kapita, serta penghematan biaya memasak bagi masyarakat.
Menurutnya, pemerintah belum menghitung juga kontribusi dalam pemanfatan energi bersih, peningkatan konsumsi listrik, dan penghematan menanak nasi dalam penggunaan 680 ribu rice cooker. Sebagai bagian dari diversifikasi penggunaan energi bersih yang menggunakan listrik, pembagian rice cooker gratis cukup tepat.
Dengan daya listrik yang rendah, penggunaan rice cooker dapat dimanfaarkan oleh keluarga penerima manfaat yang menggunakan daya listrik 450 Volt Ampere (VA), baik untuk rice cooker berdaya 200 VA, maupun berdaya 300 VA.
Hanya rice cooker berdaya 200 VA dapat digunakan 24 jam, sedangkan rice cooker berdaya 300 VA tidak dapat digunakan selama 24 jam terus menerus, terutama pada malam hari saat semua menyala. Agar lebih leluasa penggunaan rice cooker 300 VA, pelanggan listrik 450 VA harus mengubah menjadi 900 VA.
“Dengan demikian, program pembagian rice cooker tidak efektif sama sekali dalam mencapi tujuan menggurangi, apalagi menggantikan LPG 3 Kg, yang konten impor dan subsidi cukup besar sehingga memberatkan APBN,” ujarnya.
Kementerian ESDM, lanjut Fahmy, seharusnya mempriototaskan diversifikasi program penggunaan energi bersih melalui migrasi dari elpiji 3 kg menuju energi bersih, seperti menambah jaringan Jargas dan mempercepat gasifikasi batubara yang lebih masif.
“Bukan program coba-coba yang tidak efektif dalam menggantikan elpiji 3 kg, yang menjadi permasalahan negeri ini selama bertahun-tahun tanpa ada solusinya,” tegasnya. (her/hdl)