Jakarta (pilar.id) – Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat MPP, mempertanyakan efektivitas penggunaan aplikasi MyPertamina bagi pembeli bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite dan Solar.
“Yang menjadi permasalahan apakah langkah ini efektif? Secara fakta tentu kita bisa lihat setelah program ini diimplementasikan,” kata Achmad, Selasa (28/6/2022).
Menurutnya, ada beberapa indikator yang akan membuat program ini tidak efektif dalam pelaksanaan di lapangan. Pertama, masyarakat akan merasa diribetkan oleh prosedur ini sehingga kemungkinan besar akan mendapatkan reaksi penolakan dari masyarakat.
Kedua, tidak semua masyarakat kelas bawah mempunyai ponsel pintar. Menurut dia, mereka akan termarginalkan dan tidak mempunyai akses untuk mendapatkan bahan bakar subsidi. Untuk masyarakat miskin, beli bahan bakar saja sudah kesusahan apalagi beli smartphone. Tentunya akan ada golongan masyarakat yang merasa diperlakukan tidak adil.
“Ketiga, jika ada prosedur yang ditempuh oleh pengendara yang hendak membeli bahan bakar di SPBU maka akan berdampak terhadap antrian yang panjang apalagi saat menjelang lebaran dan pergantian tahun,” kata dia.
Dalam teori ekonomi, saat ada satu barang mempunyai dua harga, dalam hal ini BBM bersubsidi dan keekonomian atau nonsubsidi, maka akan terjadi distorsi harga. Dan disinilah akan terjadi penyimpangan dan sebagainya.
Per 1 Juli 2022 yang datang mulai diberlakukan kebijakan penggunaan MyPertamina untuk pengendara yang akang membeli Pertalite ataupun Solar setelah sebelumnya dikabarkan bahwa kendaraan mewah dilarang untuk membeli bahan bakar Pertalite yang disubsidi pemerintah.
Hal tersebut dilakukan untuk membatasi penggunaan bahan bakar bersubsidi sehingga program subsidi BBM tepat sasaran. (her/hdl)