Surabaya (pilar.id) – Tahun 1998 badai krisis ekonomi menghantam Indonesia. Usaha konveksi pakaian tempat Mudirin bekerja, termasuk yang terkena imbas sehingga gulung tikar dan merumahkan karyawannya. Berbekal uang pesangon yang tak seberapa, Mudirin berusaha membuka usaha.
Yang terpikir saat itu hanya kemampuan menjahit. Bersama beberapa rekan sekerjanya dulu, dia nekat menggelar mesin jahit di Jalan Patua, Surabaya. Bermodal tekad untuk tetap mendapatkan penghasilan, mereka menerima jasa jahit apapun di jalanan tersebut. Satu persatu pelanggan mulai mendatangi.
“Bukan untuk urusan membuat baju, tapi hal sepele seperti membetulkan resleting, atau memotong bagian celana yang kepanjangan,” cerita Mudirin. Tentu dari pekerjaan kecil itu, dirinya tidak bisa mematok biaya jasa sebesar jika membuat pakian dari mulai bahan kain hingga menjadi sebuah baju.
Tapi karena setiap hari ada saja orang yang mendatanginya untuk permak pakaian, biaya jasa yang kecil lama-lama bisa terkumpul besar juga, cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dia pun menelateni usaha jahit jalanan, hingga akhirnya semakin ramai dan punya pelanggan tetap.
Beberapa rekan seprofesi lainnya pun mengikuti langkah Mudirin. Satu persatu, mereka datang dan membuka lapak jahit. Kini, ada puluhan penjahit jalanan membuka usaha di sini, hingga Jalan Patua dikenal sebagai sentra jahit dan permak pakaian.
Dianggap sebagai sebuah potensi, pemerintah kota Surabaya mencoba menertibkan dan melokalisasikan lapak jahit di jalanan Patua ini dengan membangun Sentra UKM Jahit di Jalan Bukit Barisan, tak jauh dari Jalan Patua berada.
2014 Sentra UKM Jahit Bukit Barisan mulai dibuka, dan Mudirin menjadi salah satu yang menempati stan secara cuma-cuma, di bangunan permanen dua lantai tersebut. Namun tak bertahan lama, karena merasa pelanggannya banyak yang kesusahan mencari tempat usaha barunya, Mudirin kembali melapak di Jalan Patua hingga sekarang.
Dua sentra jahit di jalanan Patua maupun di Gedung UKM Bukit Barisan itu hingga sekarang bisa jalan bersama. Mudirin berharap tempat ini bisa tetap menjadi jujugan warga yang berniat membuat baju jadi atau sekedar permak pakaian.
“Banyak sekarang tukang permak yang keluar masuk kampung menawarkan jasa jahit. Tapi daripada menunggu entah kapan rumahnya didatangi tukang permak, sebaiknya pelanggan datang ke sini saja,” kata Mudirin.
Bersama puluhan rekannya, ia siap menerima jasa permak dan jahit pakaian setiap hari. Dari pagi hingga tutup di malam hari. (ton/hdl)