Jakarta (pilar.id) – Perwakilan Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ), Nenden Sekar Arum, mengatakan, peretasan atau serangan siber kepada awak media belakangan sebagai tren yang marak terjadi saat media bersikap kritis dalam laporan jurnalistiknya.
Pernyataan Nenden itu menanggapi serangan digital terhadap sedikitnya 24 awak redaksi Narasi sejak Sabtu (24/9/2022). Serangan ini merupakan kasus peretasan terbesar yang dialami awak media di Indonesia setidaknya dalam empat tahun terakhir.
“Serangan digital kepada awak media Narasi menjadi marak terjadi akhir-akhir dan menjadi tren saat media bersikap kritis dalam laporan jurnalistiknya,” kata Nenden dalam konferensi pers secara virtual, Senin (26/9/2022).
Pengacara publik sekaligus peneliti pada LBH Pers, Ahmad Fathanah mendesak agar kepolisian segera melakukan pemeriksaan terkait kasus yang menimpa awak redaksi Narasi. “Seharusnya mereka bisa langsung bertindak tanpa ada pelaporan,” kata Fathanah menegaskan.
Soal pelaporan hukum dalam kasus Narasi, Fathanah mengungkapkan, pihaknya masih berkoordinasi dan melihat langkah hukum apa yang tepat. Dia juga merujuk pada kasus peretasan situs yang dialami Tirto.id dan Tempo sebelumnya.
“Dua laporan itu belum ada tindak lanjutnya (dari polisi),” tuturnya.
Sementara itu, Teguh Aprianto dari Tim Reaksi Cepat mengidentifikasi peretasan yang terjadi menggunakan pola pembajakan akun dengan mencegat OTP (one time password) berupa SMS. Kondisi ini mirip dengan aksi-aksi peretasan atau pengambilalihan akun oleh pihak lain dengan pola duplikasi SIM card.
“Misal pada kasus kawan-kawan eks KPK,” ujar Teguh.
Dia mengingatkan jurnalis untuk tidak lupa melakukan mitigasi dengan mengaktifkan verifikasi dua langkah atau 2 factor authentication pada aplikasi percakapan serta media sosialnya masing-masing. Untuk verifikasi dua langkah pada aplikasi WA, pengguna diminta mengaktifkan PIN alih-alih SMS. Pada akun Telegram, pengguna bisa memanfaatkan password.
“Pada medsos FB, Twitter, IG jangan gunakan SMS untuk 2FA tapi dengan menggunakan aplikasi pihak ke-tiga. Jika tidak dilakukan, maka (peretasan) bisa terus terjadi karena ada yang mengambil OTP,” kata Teguh. (her/fat)