Yogyakarta (pilar.id) – Keraton Yogyakarta kembali menggelar serangkaian acara pada peringatan Idul Fitri 1444 H. Kegiatan ini, dibuka dengan prosesi upacara Numplak Wajik yang menjadi penanda dimulainya proses merangkai gunungan Garebeg Sawal di Panti Pareden, Kompleks Magangan, Kamis (19/4/2023).
Garebeg Sawal merupakan Hajad Dalem Garebeg Sawal Ehe 1956 Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang puncaknya dilaksanakan pada 1 Sawal atau Sabtu (22/4/2023).
Sebuah gunungan yang menjadi simbol sedekah raja Ngayogyakarta Hadiningrat kepada rakyat yang akan dibagikan pada masyarakat di tiga tempat yakni Masjid Gedhe, Kepatihan, dan Puro Pakualam.
Jalannya upacara Numplak Wajik
Prosesi upacara dimulai pukul 15.30 WIB, dimana rombongan Abdi Dalem Keparak yang dipimpin oleh putri Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi datang dari arah utara melalui Regol Kemagangan yang diiringi irama gejog lesung yang dimainkan Abdi Dalem sepanjang upacara berlangsung.
Lesung tersebut berada tak jauh dari pagar Panti Pareden, para Abdi Dalem memukul beberapa alu dengan irama tertentu sehingga menghasil musik yang dipercaya bisa menolak bala. Kemudian, rombongan tiba dan duduk, selanjutnya upacara pun dimulai.
Di dalam Panti Pareden, tampak kerangka dan mustaka (bagian atas) gunungan telah diletakkan berjajar.
Upacara pun dibuka dengan doa-doa yang dipimpin seorang Abdi Dalem. Setelah itu, Abdi Dalem menyiapkan jodhang atau landasan gunungan dari kayu yang akan digunakan untuk mengangkut gunungan.
Selanjutnya, satu bakul besar yang berisi adonan wajik ditumplak atau dituang dengan cara membalikkan wadah pada jodhang yang berbentuk serupa silinder dengan ketinggian sekitar pinggul orang dewasa.
Kemudian, rangka Gunungan Estri atau Wadon (perempuan) yang terbuat dari bambu dipasang dan diikat pada pasak besi yang terdapat pada jodhang.
Berbeda dengan gunungan yang lain, pada Gunungan Estri ada satu bakul wajik yang disusun berlapis dengan tiwul di dalamnya yang sekaligus berfungsi sebagai pondasi bagi mustaka gunungan.
Selain itu, kue-kue ketan yang berada di bagian atas gunungan ditancapkan pada batang kecil panjang yang terbuat dari bambu atau sujen yang diikat pada sebatang kayu yang bagian bawahnya ditancapkan pada wajik.
Lalu, Abdi Dalem Keparak mengoles lulur yang terbuat dari dlingo dan bengle pada jodhang. Dlingo dan bengle ialah rempah-rempah atau empon-empon yang aromanya tidak disukai makhluk halus.
Setelah itu, kain panjang atau sinjang songer dililitkan pada rangka gunungan yang diikuti lilitan kain penutup dada perempuan atau semekan bangun tulak.
Prosesi yang berlangsung sekitar 30 menit ini usai, ditandai dengan berhentinya irama yang dimainkan pada gejog lesung.
Para Abdi Dalem lalu membagikan lulur tersebut kepada masyarakat yang mengikuti jalannya upacara. Selanjutnya, sinjang songer dan semekan bangun tulak dilepas kembali.
Rangkaian acara ini, dilanjutkan dengan Gladhi Resik Prajurit pada Kamis (20/4/2023) di Kamandungan Kidul, acara puncak Garebeg Sawal pada Sabtu (22/4/2023), kemudian pada pukul 19.30 WIB sebuah pertunjukkan wayang kulit semalam suntuk atau Ringgitan Bedhol Songsong digelar di Kagungan Dalem Bangsal Pagelaran serta Ngabekten yang digelar tertutup pada Sabtu-Minggu 22-23 April 2023 di Keraton Yogyakarta. (riz/hdl)