Jakarta (pilar.id) – Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, mengatakan, tren kenaikan kasus covid-19 akibat pengaruh sejumlah subvarian terbaru Omicron di Indonesia akan mencapai puncaknya paling lambat awal Januari 2023.
“Dugaan kami, karena ini mulai terjadi peningkatan, mungkin paling lambat dalam 1,5 bulan puncaknya kita capai. Saya rasa di Desember 2022 atau paling lambat Januari 2023 puncaknya bisa kita lihat,” kata Budi dalam Rapat Kerja Kemenkes bersama Komisi IX DPR RI di Jakarta, Selasa (8/11/2022).
Ia mengatakan, subvarian terbaru Omicron penyebab kenaikan gelombang covid-19 di dunia saat ini adalah BA.2.75 yang terbanyak terjadi di India, XBB paling banyak di Singapura, dan BQ.1 yang dominan di Eropa dan Amerika Serikat.
“Contohnya, subvarian XBB sempat membawa kasus per hari sampai 8.500 di Singapura. Sebagai perbandingan di Indonesia sekarang, sekitar 5.000an kasus,” kata dia.
Subvarian XBB yang diamati di Singapura, kata Budi, memiliki ciri peningkatan kasus yang cepat, tapi tren penurunan angka kasusnya cepat bila dibandingkan dengan subvarian Omicron lainnya.
Saat ini, kasus positif covid-19 di Singapura sudah turun kembali di bawah 4.000-an dan mencapai puncaknya lebih rendah dari BA.4 dan BA.5.
Ciri selanjutnya dari XBB, kata dia, puncak kasus diperkirakan mendekati situasi subvarian BA.4 dan BA.5, tetapi di bawah situasi puncak BA.1 atau BA.2.
Dominasi kasus subvarian Omicron BA.1 dan BA.2 terjadi di Indonesia pada Januari dan Februari 2022, sedangkan BA.4 dan BA.5 terjadi pada Juli dan Agustus 2022.
“Jadi memang siklusnya terjadi setiap enam bulanan sekali. XBB ini mirip dengan BA.4 dan BA.5 tapi di bawah BA.1 dan BA.2,” ujarnya.
Kendati demikian, ia memastikan bahwa situasi kasus di dalam negeri dipastikan masih terkendali berdasarkan indikator PPKM global yang merujuk pada panduan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ambang batas kasus konfirmasi covid-19 mencapai 20 kasus per 100.000 penduduk per pekan.
“Untuk yang masuk rumah sakit, lima pasien per 100.000 penduduk per pekan, dan kasus kematian satu per 100.000 penduduk per pekan,” katanya. (her/hdl)