Jakarta (pilar.id) – Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, menegaskan pentingnya konsep kesehatan yang berfokus pada pencegahan penyakit, bukan hanya pengobatan pasien yang sudah sakit. Dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin, Menkes Budi menekankan bahwa konsep kesehatan yang benar adalah menjaga kesehatan masyarakat agar tetap sehat.
Beliau menyatakan bahwa sebelumnya, sekitar 80 persen anggaran di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) digunakan untuk mengobati penyakit dan mengurusi rumah sakit, peralatan, serta obat-obatan, bukan untuk mengurusi upaya menjaga kesehatan masyarakat.
Menkes Budi berpendapat bahwa konsep tersebut adalah pandangan yang keliru. “Yang menarik buat saya adalah to promote healthy life and well-being, tidak ada kata-kata ‘to cure people.’ Menjaga orang tetap sehat dan sejahtera, jadi tidak ada kata-kata mengobati orang sakit,” ungkapnya.
Untuk mewujudkan konsep ini, Menkes Budi menginisiasi Program Transformasi Kesehatan dengan enam pilar utama, salah satunya adalah transformasi layanan primer. Dalam konteks ini, Kemenkes melakukan revitalisasi Puskesmas, Puskesmas pembantu (Pustu), dan Posyandu, yang semuanya tercantum dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Menurutnya, revitalisasi layanan primer tidak hanya terbatas pada 10.000 Puskesmas di tingkat kecamatan dan kelurahan. Kemenkes berencana menurunkan program ini hingga mencakup 85.000 Puskesmas pembantu di level desa dan 300.000 di level dusun.
Selain itu, Menkes Budi juga berupaya meningkatkan upaya promosi dan preventif kesehatan melalui kerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Mereka akan menyusun kurikulum kesehatan yang mencakup informasi mengenai penyakit dan cara pencegahannya, dimulai dari tingkat PAUD hingga SMA/sederajat.
Menkes menggarisbawahi pentingnya edukasi promosi kesehatan yang dimulai sedini mungkin. Dia berharap partisipasi masyarakat akan memperkuat upaya promosi kesehatan, karena usaha ini tidak akan berhasil jika hanya dilakukan oleh pemerintah secara eksklusif. “Yang namanya promosi kesehatan itu sifatnya inklusif bukan eksklusif, harus dilakukan jadi gerakan,” ucap Menkes Budi. (riq/hdl)