Jakarta (pilar.id) – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) siap membantu menyukseskan program pemerintah terkait penurunan angka stunting di Indonesia. Pasalnya, berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting balita Indonesia mencapai 24,4 persen pada 2021. Artinya, hampir 1 dari 4 balita di Indonesia mengalami stunting.
“Saya yakin ke depan, agenda-agenda yang ada dari Kemenkes, insyaallah akan bisa tersampaikan dan dieksekusi dengan baik melalui struktur di dalam NU,” kata Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf usai menandatanagi kerja sama dengan Kemenkes, di Jakarta, Rabu (14/12/2022).
Untuk diketahui, prevalensi stunting balita di Indonesia terus menunjukkan tren penurunan. Pada 2018, prevalensi balita stunting masih sebesar 30,8 persen. Kemudian, turun menjadi 27,7 persen pada 2019 dan terus turun menjadi 24,4 persen pada SSGI 2024. Pemerintah bahkan menargetkan turun menjadi 14 persen hingga akhir 2024.
Meski demikian, beberapa provinsi memiliki prevalensi stunting pada balita hingga di atas 30 persen. Di antaranya Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan prevalensi stunting sebesar 37,8 persen, Sulawesi Barat sebesar 33,8 persen, Aceh 33,2 persen, Nusa Tenggara Barat (NTB) 31,4 persen, Sulawesi Tenggara 30,2 persen, dan Kalimantan Selatan sebesar 30 persen.
Gus Yahya meyakini bahwa NU memiliki struktur kepengurusan yang bisa menjangkau masyarakat hingga ke lapisan paling bawah. Berbagai lembaga survei mencatat, jumlah warga NU mengokupasi sangat besar di dalam demografi Indonesia. Dengan jumlah yang sangat besar tersebur, agenda-agenda yang dijalankan NU dapat tercapai dengan baik.
“Ada banyak sekali agenda yang sangat potensial untuk bisa disalurkan melalui NU,” katanya.
Sementara itu, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengaku kesulitan untuk menjangkau masyarakat akar rumput agar mendapat layanan kesehatan. Karenanya, ia meminta bantuan PBNU untuk bisa menyampaikan agenda-agenda kesehatan melalui Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
Ia mengaku mendapatkan informasi bahwa terdapat banyak warga NU yang bekerja di posyandu. Karena itu, Menkes berharap dapat melakukan revitalisasi posyandu sebagai bagian dari upaya penanganan stunting.
“Posyandu itu dulu hanya mengurusi kesehatan bayi dan ibu. Sekarang mau kita geser fokusnya bukan hanya bayi dan ibu, tapi ibu, bayi, remaja, dewasa, bapak, sampai lansia. Pendekatan posyandu tetap ke keluarga,” tuturnya.
Petugas posyandu, lanjut Budi, nantinya secara rutin datang ke rumah-rumah untuk mengecek kesehatan warga, termasuk melakukan cek kesehatan calon pengantin, dan sosialisasi usia ideal menjalani pernikahan agar anaknya kelak tidak stunting. “Intinya adalah menjaga agar keluarga hidup sehat, bukan menyembuhkan anggota keluarga yang sakit. Menjaga hidup sehat itu jauh lebih murah daripada menyembuhkan orang sakit,” katanya. (ach/din)