Surabaya (pilar.id) – Nilai tukar rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami tekanan seiring dengan ketidakpastian ekonomi dan politik di Amerika Serikat. Dr. Imron Mawardi, SP, MSi, ahli ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (UNAIR), menyatakan bahwa kedua indikator ekonomi ini melemah karena alasan yang sama.
“Saat ini, pasar menantikan data ekonomi penting dari AS, seperti Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal kedua dan tingkat inflasi. Ditambah lagi, situasi politik yang memanas setelah mundurnya Joe Biden membuat investor lebih memilih menyimpan dana dalam bentuk dolar AS,” jelas Dr. Imron.
Kondisi ini menyebabkan penguatan dolar AS terhadap mata uang lain, termasuk rupiah. Akibatnya, minat beli di pasar modal Indonesia menurun, yang berimbas pada penurunan IHSG.
Bank Indonesia (BI) telah berusaha menjaga stabilitas rupiah melalui berbagai langkah, termasuk operasi pasar. Meskipun rupiah sempat tertekan hingga mencapai level Rp 16.300, BI berhasil menahannya di sekitar Rp 16.000.
“Bank Indonesia memiliki tanggung jawab makroprudensial untuk menjaga kestabilan rupiah dan mengendalikan inflasi. Ini penting untuk memberikan kepastian kepada pelaku usaha,” tambah Dr. Imron.
Untuk jangka panjang, Dr. Imron menekankan pentingnya menjaga arus masuk dolar dan mencegah capital outflow. “Kuncinya adalah menjaga kepastian hukum, stabilitas politik, dan kondisi ekonomi yang kondusif agar investor merasa aman berinvestasi di Indonesia,” katanya.
Pemerintah juga diharapkan memastikan transaksi perdagangan internasional berjalan lancar untuk menjaga ketersediaan dolar di dalam negeri, yang akan membantu memperkuat posisi rupiah di pasar valuta asing.
Dr. Imron memproyeksikan bahwa dalam beberapa bulan ke depan, IHSG akan bergerak di kisaran Rp 7.100 hingga Rp 7.354. “Jika level support Rp 7.207 berhasil ditembus, indeks bisa turun ke level Rp 7.050 hingga Rp 7.200. Namun, jika mampu melewati level resistensi Rp 7.354, IHSG berpotensi naik hingga Rp 7.400,” ujarnya.
Ia menyarankan pelaku pasar untuk melakukan hedging guna mengelola risiko akibat fluktuasi nilai tukar. Pelaku usaha yang membutuhkan dolar juga dianjurkan menyiapkan cadangan dolar sejak dini untuk mengantisipasi kemungkinan pelemahan rupiah di masa depan.
“Diversifikasi portofolio juga penting. Investor bisa mempertimbangkan menempatkan sebagian dana di instrumen berbasis dolar AS untuk mengurangi risiko fluktuasi nilai tukar,” tutup Dr. Imron. (hdl)