Probolinggo (pilar.id) – Meski memasuki musim hujan di bulan Desember, pagi itu cuaca di Desa Wonotoro, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, cukup cerah.
Rubadi, 59 tahun, sibuk mencangkul tanah dan memungut kentang hasil tanam lima bulan lalu. Di lahan milik sendiri, ia dibantu dua tetangganya, Lestari dan Srinani, bolak-balik dari ladang menuju gudang penyimpanan kentang sejauh kurang lebih 300 meter.
Panen tahun ini cukup baik menurut Rubadi. Di musim hujan, dirinya bisa memanen hingga 1 ton kentang. Sementara di musim kemarau, kentang yang bisa dipanen tak lebih dari 5 kuintal.
Kawasan Gunung Bromo memang dikenal sulit akan sumber air. Ladang pertanian hanya mengandalkan curah hujan sepanjang tahun. “Ladang di kawasan ini (Bromo) memang hanya mengandalkan air hujan, jadi saat kemarau panen tidak terlalu banyak,” jelas Rubadi, ibu tiga anak ini.
Ia menambahkan, harga jual kentang dari petani ke pengepul cukup baik. Harga per kilo kentang dari petani mencapai Rp 12 ribu.
Seperti banyak tempat lain di Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, sebagian besar warga hidup dari bertani. Sebagian lagi mengandalkan sektor pariwisata dengan membuka penginapan, persewaan kuda dan mobil jeep. (muk/hdl)