Jakarta (pilar.id) – Ada dua perkara yang belakangan menjadi perbincangan hangat di masyarakat melalui berbagai kanal media sosial terkait Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA). Pertama adalah tentang perpanjangan masa cuti ibu melahirkan yang paling sedikit adalah enam bulan.
Kedua, terkait aturan yang memperbolehkan suami mengambil cuti ketika istri sedang melahirkan. Sebab, ketika melahirkan dan merawat bayi yang baru lahir, peran dari suami dan istri cukup penting dan harus bisa saling membantu. Apalagi bagi mereka yang sama-sama bekerja dan hidup mandiri terpisah dari orang tua.
Namun, terkait dengan dua perkara tersebut, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Willy Aditya mengatakan RUU KIA tidak akan bertentangan dengan Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Utamanya dalam perkara batas cuti yang diberikan kepada ibu melahirkan.
“Tidak akan bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan, nanti bisa duduk bersama untuk mendiskusikannya,” kata Willy di Jakarta, Jumat (24/6/2022).
Dia mengakui memang ada pendapat beberapa pihak yang mengkhawatirkan terkait aturan dalam RUU KIA akan bertentangan dengan regulasi ketenagakerjaan yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan.
Namun menurut dia, dalam penyusunan UU harus melihat proyektif ke depan sehingga penting untuk memperhatikan bagaimana Indonesia meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
“Kita harus melihat kepentingan masyarakat banyak, bukan kelompok dan golongan. Ini bukan soal menang atau kalah, nanti akan akomodir,” ujarnya.
Willy menekankan bahwa Baleg DPR akan terbuka dalam pembahasan RUU KIA dengan mendengarkan masukan berbagai “stakeholder”.
Menurut dia, RUU KIA sesuai dengan misi Presiden Joko Widodo untuk membentuk generasi emas Indonesia dan membangun sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas.
“Kalau bicara SDM berkualitas maka basisnya adalah mulai dari hulu, bagaimana peran negara memberikan perhatian kepada anak-anak Indonesia dan kualitas keluarga meningkat,” katanya.
Dia menjelaskan, bicara terkait tumbuh kembang anak dan keluarga, akan terkait dengan konteks usia keemasan atau “golden age” 0-6 tahun, proses pembangunan karakter, peran keluarga, dan bagaimana pemenuhan nutrisi bagi ibu dan anak.
Willy mencontohkan, Jepang selama 20 tahun memberikan yoghurt dan susu secara gratis kepada ibu dan anak sehingga mengalami peningkatan kualitas fisik anak.
Sementara itu menurut dia, di Indonesia masalah “stunting” dan angka kematian ibu melahirkan masih tinggi sehingga diharapkan RUU KIA bisa mengatasi persoalan tersebut.
Sebelumnya, RUU KIA akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI pada Kamis (30/6/2022) untuk disetujui sebagai usul inisiatif DPR.
Poin-poin yang menjadi perdebatan dalam RUU KIA antara lain terkait perpanjangan masa cuti bagi ibu yang melahirkan dan cuti bagi para suami yang mendampingi istri melahirkan
Cuti melahirkan dalam draf RUU KIA diusulkan paling sedikit 6 bulan yaitu diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf a yaitu “selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Ibu yang bekerja berhak: a. mendapatkan cuti melahirkan paling sedikit 6 (enam) bulan”.
Selain itu pada draf RUU KIA juga mengatur terkait cuti bagi para suami yang mendampingi istri melahirkan seperti yang tertuang di Pasal 6 yaitu (1) Untuk menjamin pemenuhan hak Ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c, suami dan/atau Keluarga wajib mendampingi.
(2) Suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berhak mendapatkan hak cuti pendampingan:
a. melahirkan paling lama 40 (empat puluh) hari; atau
b. keguguran paling lama 7 (tujuh) hari. (fat)