Surabaya (pilar.id) – Sepanjang 2019 hingga 2022, saat melakukan pemantauan di Sungai Ciliwung, Ecoton menemukan pencemaran sungai. Di antaranya timbunan sampah yang kemudian diketahui jadi sumber polusi mikroplastik.
Dijelaskan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (24/5/2022), data ini diperoleh berdasar hasil uji air Sungai Ciliwung di wilayah Bogor hingga Jakarta.
Menurut Prigi Arisandi, Direktur Eksekutif Ecoton, buruknya kualitas air ini bersumber dari ketidakhadiran pemerintah, dalam hal ini Presiden RI Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dalam melakukan upaya penanggulangan pencemaran Sungai Ciliwung.
Padahal, kata Prigi, pencemaran tersebut jelas-jelas merugikan masyarakat yang banyak bergantung pada Sungai Ciliwung. “Pemerintah pusat dan daerah telah lalai dalam menjalankan kewajiban untuk melakukan pengelolaan sampah di wilayah sepanjang Sungai Ciliwung,” tegasnya.
Pemerintah dinilai tidak melaksanakan kewajiban hukum dalam pengelolaan sampah dan perlindungan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
“Dalam Pasal 6 huruf d UU 18/2008 menyatakan Tugas Pemerintah dan Pemerintahan Daerah untuk melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah,” ungkap Prigi.
Pengawasan pelaksanaan pengelolaan sampah pada tingkat kabupaten dan kota harusnya menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi, dalam hal ini oleh gubernur.
“Bahwa dalam Hal (Pembinaan) pasal 36 ayat (3) PP 81/2012 menyatakan Pemerintah Gubernur melakukan pembinaan kepada pemerintah Kabupaten/ Kota dalam pengelolaan sampah. Kemudian dalam pasal 37 PP 81/2012 menyatakan bahwa Gubernur dapat melakukan pembinaan kepada masyarakat dalam pengelolaan sampah,” terang Prigi lagi.
Selain itu dalam Lampiran VI PP 22 2021 disebutkan jika Parameter Sampah harusnya mempunyai indikator nihil di semua kelas sungai.
“Berdasarkan uraian itu, kami sampaikan kepada Presiden, Gubernur DKI Jakarta, dan Gubernur Jawa Barat, untuk berkoordinasi sesuai dengan kewenangan masing-masing melakukan beberapa upaya pencemaran di Sungai Ciliwung,” tandas Prigi.
Adapun langkah pemulihan pencemaran sungai yang terjadi di Ciliwung, menurut Ecoton, Presiden segera melakukan koordinasi, pembinaan dan pengawasan kinerja Gubernur DKI Jakarta dan Jawa Barat dalam pengelolaaan sampah.
Selanjutnya melakukan peningkatan layanan pengelolaan sampah di wilayah Jakarta dan Jawa Barat. Lalu meminta Gubernur DKI Jakarta dan Jawa Barat membersihkan sampah-sampah plastik yang melilit pada 1332 pohon di sepanjang Bantaran Ciliwung dan menghilangkan bau kotoran.
Ecoton dalam keterangannya juga meminta agar Gubernur Jabar membersihkan sampah plastik yang tertimbun dalam tanah bantaran Ciliwung dan mengangkat sampah yang melilit di pohon-pohon tepi sungai sepanjang Bogor hingga Depok.
“Kami juga meminta agar dilakukan penyediaan sarana pengolahan sampah di setiap desa atau kelurahan, dalam hal ini tempat sampah dan penyediaan TPST 3R di setiap desa atau kelurahan yang berbatasan dengan Bantaran Sungai,” tambah Prigi.
Hal lain yang harus dilakukan, lanjutnya, Gubernur DKI Jakarta melakukan pembersihan plastik yang terpendam di bantaran Ciliwung wilayah kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan, membentuk satgas guna mengantisipasi warga yang membuang sampah ke Sungai Ciliwung, dan mendorong terciptanya budaya pemilahan sampah dari rumah.
Selain itu juga menetapkan daerah sempadan sungai yang tersisa sebagai kawasan lindung taman riparian resapan air yang dikelola bersama komunitas Sungai Ciliwung di tiap pangkalan, untuk memelihara fungsi sempadan sebagai kawasan lindung sesuai ketentuan rencana tata ruang wilayah.
Pihak Ecoton juga meminta agar segera dilakukan upaya pemulihan kualitas air Sungai Ciliwung dengan mengendalikan sumber-sumber pencemaran rumah tangga.
“Apabila dalam waktu 60 hari kerja setelah diterimanya SOMASI ini, Presiden, Gubernur DKI Jakarta dan Jawa Barat tidak melaksanakan permintaan-permintaan ini, kami mewakili kepentingan lingkungan hidup dan sebagai yayasan lingkungan hidup yang telah memiliki akta pendirian yang telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM, akan mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta,” tandas Prigi. (jel/hdl)