Surabaya (pilar.id) – Dalam pengumuman terbaru, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia telah menetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB) polio sebagai respons terhadap laporan mengenai tiga anak di Jawa Timur dan Jawa Tengah yang mengalami lumpuh layuh akut akibat Virus Polio Tipe 2.
Untuk memberikan wawasan lebih lanjut tentang kondisi ini, Dr. Dominicus Husada, pakar Penyakit Anak dari Universitas Airlangga (UNAIR), memberikan penjelasan mendalam.
Dr. Dominicus menjelaskan bahwa polio telah menjadi penyakit yang mendapat pengawasan khusus secara global.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan prosedur internasional dalam menangani polio.
“Saat ini, status polio sudah mencapai KLB, dan penanganannya dikendalikan oleh WHO dengan protap internasional serta hitungan harian yang telah ditetapkan,” ujarnya.
Dalam dua tahun terakhir, kasus polio telah meluas ke berbagai daerah, termasuk Aceh, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Dr. Dominicus menyatakan bahwa penyebaran ini disebabkan oleh penurunan tingkat imunisasi selama pandemi Covid-19. “Selama pandemi, tingkat imunisasi kita turun secara signifikan,” katanya.
Menurut prinsip imunisasi, penurunan atau penghentian imunisasi dapat menyebabkan kembalinya penyakit. Dr. Dominicus menekankan, “Jika kita menghentikan imunisasi, penyakit akan kembali. Dan saat inilah kita mulai menghadapi dampaknya, di mana hampir semua Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) meningkat secara signifikan pada 2022-2023.”
Lebih lanjut, Dr. Dominicus mengingatkan bahwa polio tidak memiliki antivirus, membuatnya menjadi penyakit berbahaya. Penderita polio mengalami kematian otot yang tidak dapat disembuhkan.
“Otot yang mati berusaha ditutup oleh otot di sekitarnya yang masih sehat, namun otot yang mati itu sendiri tidak dapat dihidupkan kembali,” ungkap Kepala Divisi Penyakit Infeksi dan Tropis Anak Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UNAIR.
Penanganan penderita polio saat ini hanya melibatkan rehabilitasi medis, dan inilah mengapa pencegahan menjadi kunci utama.
Salah satu cara efektif untuk mencegah polio adalah melalui imunisasi. Menanggapi hal ini, Kementerian Kesehatan RI telah meluncurkan Sub Pekan Imunisasi Nasional Polio (PIN) secara serentak di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, serta Kabupaten Sleman, Yogyakarta sejak Senin (15/1/2024) lalu.
Pemberian imunisasi menggunakan Oral Polio Vaccine Type 2 (nOPV2) ditargetkan untuk 8,4 juta anak berusia 0-7 tahun.
Dr. Dominicus menegaskan bahwa imunisasi pada PIN polio tidak memandang status imunisasi sebelumnya. Keberhasilan perlindungan vaksin bergantung pada jenis imunisasi dan frekuensi pemberian.
“Meskipun keberhasilan vaksin sangat baik, tetapi vaksin buatan manusia tidak dapat memberikan perlindungan 100 persen, maksimal hanya 99,9 persen,” katanya.
Ia juga menambahkan bahwa efektivitas imunisasi tergantung pada syarat dan ketentuan yang terpenuhi, termasuk kondisi kesehatan anak. Pada anak dengan gizi buruk, keberhasilan imunisasi akan menurun, dan begitu juga sebaliknya.
“Banyak faktor yang diperhitungkan, bukan hanya kelengkapan vaksinasi,” tutup Dr. Dominicus, dosen FK UNAIR. (ipl/hdl)