Jakarta (pilar.id) – Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Habiburokhman, mengungkapkan adanya potensi penggagalan Pemilu 2024 dengan sejumlah indikasi yang mencuat. Salah satu indikasi tersebut terkait dengan penyebaran koran Achtung yang dianggap sangat masif dan berisi fitnah.
Dalam konferensi pers di Media Center Prabowo-Gibran, Jakarta, Jumat (12/4/2024), Habiburokhman menegaskan, “Masukan dari masyarakat kepada kami mengenai dugaan kegiatan atau aktivitas yang tujuannya untuk menggagalkan Pemilu 2024. Pertama, penyebaran koran gelap ‘Achtung’ yang sangat masif yang isinya adalah fitnah. Ini sudah 2-3 hari beredar.”
Koran tersebut, menurutnya, memfitnah Capres nomor urut 02, Prabowo Subianto, dengan menyebutnya sebagai penculik aktivis 98. Habiburokhman menyampaikan bahwa ada empat fakta hukum yang membuktikan bahwa Prabowo tidak terlibat dalam hilangnya aktivis 98.
Dia menjelaskan, fakta pertama adalah tidak adanya keterangan dari saksi dalam persidangan Tim Mawar yang menyebutkan adanya perintah Prabowo untuk menculik aktivis 98. Kedua, keputusan Dewan Kehormatan Perwira No. KEP/03/VIII71998/DKP dengan terperiksa Letjen Prabowo Subianto bukanlah keputusan peradilan dan bukan keputusan lembaga setengah peradilan.
“Putusannya pun hanya rekomendasi dan ini bisa dilihat di akhir keputusan tersebut,” jelas Habiburokhman.
Fakta ketiga yang diungkapkan adalah adanya putusan dari Presiden ke-3 RI, BJ Habibie, yang memberhentikan Prabowo sebagai Danjen Kopassus dengan hormat. Keempat, Komnas HAM tidak bisa melengkapi hasil penyelidikan pelanggaran HAM berat yang dituduhkan kepada Prabowo kepada Kejaksaan Agung sejak 2006.
“Padahal menurut ketentuan Pasal 20 UU Nomor 26 Tahun 2000, waktu Komnas HAM untuk melengkapi hasil penyelidikan tersebut hanyalah 30 hari,” katanya.
Habiburokhman juga mengungkapkan adanya upaya penghasutan kepada mahasiswa untuk menggelar aksi demonstrasi dengan membangun narasi politik dinasti dan menuntut penangkapan terhadap terduga pelanggar HAM. Meski Prabowo tidak melanggar HAM, dia khawatir seruan tersebut akan dibelokkan untuk memfitnah pihak-pihak yang berkontestasi dalam Pemilu 2024.
“Kita tahu di era pemilu ini kan sangat sensitif ketika adanya demonstrasi, tentu memancing adanya reaksi dari pihak-pihak lain,” katanya.
Selanjutnya, TKN juga mendapat laporan adanya upaya pembenturan antara TNI dan masyarakat menjelang Pemilu 2024. Habiburokhman mencontohkan kasus pemukulan oknum TNI terhadap relawan Ganjar-Mahfud di Boyolali. Meski insiden Boyolali sudah ditangani dengan baik oleh pimpinan TNI, dia melihat adanya pihak yang terus menggoreng isu ini, seolah-olah TNI secara sistematis berpihak pada satu pihak dan mengintimidasi pihak yang lain.
“Kita lihat KSAD sudah tegas menindak semua oknum anggota TNI yang melakukan pelanggaran. Tetapi ada pihak-pihak yang terus menggoreng isu ini, seolah-seolah TNI secara sistematis berpihak pada satu pihak dan mengintimidasi pihak yang lain,” ujarnya.
Terakhir, Habiburokhman menyebut adanya narasi menunda atau menghentikan bantuan sosial (bansos) saat Pemilu 2024. Dia menilai jika program pemerintah tersebut dihentikan justru akan mengganggu keberlangsungan Pemilu 2024.
“Reaksinya akan sangat keras dari masyarakat dan pertaruhannya tentu keberlangsungan pemilu yang kita inginkan secara damai tidak terwujud,” pungkas Habiburokhman. (hen/hdl)