Jakarta (pilar.id) – CEO Tentang Anak Mesty Ariotedjo atau Dwi Lestari Pramesti mengatakan, komunikasi orang tua dengan anak harus dibangun dengan jelas dan mudah diterima si kecil. Anak-anak muda, kata dia, harus banyak diajak untuk diskusi, termasuk dalam hal pendidikan seks.
“Masih seringkali saya ketemu orang tua dipraktek, menyebut ‘penis’ saja masih dengan bahasa yang lucu-lucu,” tutur Mesty dalam peluncuran Laporan Situasi Kependudukan Dunia 2022, di Jakarta, Jumat (29/7/2022).
Dokter spesialis anak ini mengatakan, edukasi seksual sbukanlah sesuatu yang tabu. Bahkan, sejak bayi sudah harus diberikan suatu pengetahuan sesuai dengan perkembangan tahapan mereka.
“Hal paling simple misalnya, di usia bayi misalnya kita biasanya menyebutnya ‘o kamu mau pipis ya? Sini penisnya bunda bersihkan atau vaginanya dibersihkan terlebih dahulu’. Jadi kita melakukan edukasi seksual itu bertahap,” papar dia.
Setelah usia 2 tahun, anak akan mulai menyadari tentang jenis kelamin pria maupun wanita. Kemudian di usia 3-4 tahun dan anak mulai memiliki rasa malu, orang tua sudah bisa menjelaskan yang berhak memegang maupun membersihkan alat kelamin hanya dia sendiri, bunda atau dokter.
“Jadi orang lain tidak boleh, dan kamu boleh bilang enggak. Jadi usia 2 tahun sebenarnya sudah bisa mengatakan ‘tidak’, jadi kita ajarkan juga mencegah pelecehan seksual,” jelasnya.
Selain itu, Mesty menyarankan untuk anak dengan usia menjelang masuk Sekolah Dasar (SD) untuk mandi sendiri. Pada saat itu, orang tua bisa menjelaskan bahwa anak sudah mulai besar dan mulai masuk ruang privasi.
“Mungkin kita berpikir nggak sama keluarga-keluarga kita, tapi kasus-kasus seperti itu bisa terjadi, pelecehan seksual oleh keluarga atau siapapun, jadi tugas kita memproteksi,” tutup Mesty. (Akh/din)